Teori adalah hipotesis yang belum terbukti atau
spekulasi tentang kenyataan yang belum diketahui secara pasti. Apabila teori
itu terbukti benar maka menjadi fakta. Teori adalah sekumpulan konvensi
(kesepakatan) yang diciptakan oleh teoretikus berdasarkan bukti-bukti yang
ditemukan saat itu. Melihat teori sebagai sekumpulan konvensi menekankan fakta
bahwa teori-teori tidak "diberikan" atau ditentukan sebelumnya oleh
alam, tetapi data atau proses lain sebagai bukti yang menentukan.
Pertama dan yang paling penting, teori membimbing ke
arah pengumpulan atau observasi atas hubungan-hubungan empiris relevan yang
belum diamati. Teori harus mengarah ke perluasan pengetahuan secara sistematis
tentang gejala-gejala yang sedang menjadi perhatian, dan secara ideal perluasan
ini harus bersumber atau dirangsang oleh derivasi dari teori tentang
dalil-dalil empiris spesifik (pernyataan-pernyataan, hipotesis-hipotesis atau
dugaan, prediksi-prediksi atau perkiraan) yang harus bisa diuji secara empiris
(pengalaman langsung).
Pada pokoknya, hakikat setiap ilmu pengetahuan
terletak pada penemuan hubungan-hubungan empiris stabil antara peristiwa atau
variabel. Fungsi teori ialah memajukan proses ini secara sistematis. Teori
dapat diibaratkan sebagai suatu dapur penggilingan proposisi (ungkapan,
usulan), mengasah pernyataan-pernyataan empiris yang saling berhubungan yang
selanjutnya dapat dikonfirmasikan atau ditolak berdasarkan data empiris yang
dikontrol dengan semestinya.
Hanya dalil-dalil atau ideide yang diturunkan dari
teori terbuka untuk diuji secara empiris. Teori itu sendiri merupakan asumsi,
sedangkan penerimaan atau penolakannya ditentukan oleh kegunaan-nya bukan oleh
kebenaran atau kepalsuannya. Dalam hal ini, kegunaan mengandung dua komponen,
yaitu verifiabilitas dan ketuntasan (comprehensiveness).
Verifiabilitas adalah kapasitas suatu teori untuk
menghasilkan prediksi-prediksi yang terbukti benar jika data empirisnya yang
relevan berhasil dikumpulkan. Ketuntasan atau comprehensiveness adalah
jangkauan atau kelengkapan derivasi-derivasi ini. Kita bisa memiliki teori yang
menghasilkan konsekuensi-konsekuensi yang seringkali terbukti benar tetapi yang
hanya mengenai sedikit aspek dari gejala-gejala yang diselidiki. Secara ideal,
teori harus mengarah pada prediksi-prediksi akurat yang secara sangat umum atau
secara inklusif mengenai peristiwa-peristiwa empiris yang dicakup oleh teori.
Fungsi kedua yang harus dijalankan oleh teori ialah
memberi kemungkinan terjadinya pemaduan temuan-temuan empiris tertentu ke dalam
suatu kerangka yang secara logis konsisten dan cukup sederhana. Teori merupakan
sarana untuk menata dan mengintegrasikan semua yang diketahui tentang
serangkaian peristiwa yang saling berhubungan.
Pada dasarnya suatu teori kepribadian harus mampu
memberikan jawaban atas pertanyaan “apa”, “bagaimana”, “dan “mengapa” tentang
tingkah laku manusia. Sebuah teori kepribadian yang lengkap biasanya memiliki dimensi-dimensi
sebagai berikut:
1. pembahasan tentang
struktur, yaitu aspek-aspek kepribadian yang bersifat relatif stabil dan
menetap, serta yang merupakan unsur-unsur pembentuk sosok kepribadian.
2. pembahasan tentang
proses, yaitu konsep-konsep tentang motivasi untuk menjelaskan dinamika tingkah
laku atau kepribadian.
3. pembahasan tentang
pertumbuhan dan perkembangan yaitu aneka perubahan pada struktur sejak masa
bayi sampai mencapai masa kematangan, perubahan-perubahan pada proses yang
menyertainya, serta berbagai faktor yang menentukannya.
4. pembahasan tentang
psikopatologi, yaitu hakekat gangguan kepribadian atau tingkah laku beserta
asal-usul atau proses berkembangnya.
5. pembahasan tentang
perubahan tingkah laku, yaitu konsepsi tentang bagaimana tingkah laku bisa
dimodifikasi atau diubah (Pervin, 1980; dalam Supraktinya, 1995).