Sebelum Gapi dibentuk, tokoh-tokoh pergerakan
nasional masih mencari jalan lain agar perjuangan mereka mencapai kemerdekaan
segera dapat diraih. Ternyata jalan perjuangan kooperatif dan nonkooperatif
masih menghadapi jalan buntu. Tindakan Belanda yang menutup jalan gerakan non
kooperatif dan mengharuskan gerakan yang kooperatif untuk selalu meminta izin
terhadap Belanda, telah membuat kesal bangsa Indonesia. Oleh karena itu,
melalui Volksraad, partai-partai mengeluarkan petisi pada 15 Juli 1936.
Petisi yang dikenal sebagai Petisi Sutarjo tersebut
berisi usulan kepada pemerintah Belanda untuk mengadakan konferensi membahas
tentang status politik Hindia Belanda di Indonesia. Ia menuntut kejelasan
status politik Belanda pada 10 tahun mendatang. Selain itu, petisi ini juga
bertujuan untuk mendorong rakyat memajukan negerinya dengan rencana yang mantap
dan matang di bidang politik, ekonomi, dan sosial. Petisi tersebut
ditandatangani oleh Sutardjo, I.J. Kasimo, Sam Ratulangi, Datuk Tumenggung dan
Kwo Kwat Tiong.
Petisi Sutardjo ditolak oleh pemerintah kolonial
Belanda. Hal ini tentu saja membuat para tokoh pergerakan dan pendukungnya
merasa sangat kecewa. Apalagi setelah petisi tersebut tidak jelas kedudukannya
selama dua tahun, apakah ditolak atau diterima. Meskipun begitu, kejadian
tersebut telah mendorong semangat baru bangsa Indonesia untuk mencari jalan
lain dalam pergerakan nasional. Perbedaan pendapat dan krisis baru di antara
tokoh-tokoh pergerakan nasional masih terus tampak.
Untuk mengatasi krisis kekuatan nasional, tampillah
seorang tokoh yang berusaha untuk mengurangi konflik dan menyamakan persepsi
kembali tentang betapa pentingnya kesatuan di antara partai-partai politik
nasional. Tokoh tersebut adalah M.Husni Thamrin yang memelopori berdirinya
sebuah organisasi baru, yaitu Gabungan Politik Indonesia (Gapi), pada 21 Mei
1939. Gapi merupakan gabungan dari Parindra, Gerindo, Persatuan Minahasa,
Partai Islam Indonesia, Partai Katolik Indonesia, Pasundan, dan PSII.
Langkah selanjutnya yang ditempuh Gapi adalah pada
24 Desember 1939, dengan membentuk Kongres Rakyat Indonesia (KRI). Tujuan utama
dari kongres ini adalah "Indonesia Berparlemen." Resolusi Gapi
ditanggapi dingin oleh pemerintah kolonial. Untuk meredam gerakan nasionalis,
pemerintah kolonial segera membentuk Komisi Visman, sebuah komisi yang
ditujukan untuk menyelidiki keinginan bangsa Indonesia. Komisi ini bekerja
tidak jujur dan lebih memihak kepada penguasa Belanda, sehingga pemerintah
Belanda hanya berjanji memberikan status dominion kepada Indonesia di kemudian
hari.
Di mata sebagian kaum nasionalis, komisi ini
dianggap sebagai cara pemerintah kolonial untuk mengulur-ngulur waktu tentang
tuntutan bangsa Indonesia. Gapi yang tetap teguh pada pendiriannya, segera
merubah KRI menjadi Majelis Rakyat Indonesia (MRI) padal 14 September 1941. Mr.
Sartono diangkat sebagai ketua. Organisasi ini beranggotakan Gapi sebagai wakil
federasi organisasi politik, Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI) sebagai wakil
organisasi Islam, dan PVPN sebagai federasi serikat sekerja dan pegawai negeri.
Pada September 1942, MRI berhasil menyelenggarakan
Kongres II di Yogyakarta. Kongres ini dihadiri ole h MIAI, PVPN, Kongres
Perempuan Indonesia, Isteri Indonesia, Perti, Parindra, Gerindo, Pasundan, PII,
PPKI, PAI, NU, PPBB, Muhammadiyah, PMM, Taman Siswa, dan PSII. Pada saat itu,
MRI merupakan organisasi yang paling maju karena telah berhasil menggabungkan
organisasi politik, sosial, dan keagamaan dalan satu wadah.
Nasionalisme adalah suatu gerakan yang bersifat
politik dan sosial dari kelompok-kelompok bangsa yang bersifat politik dan
sosial dari kelompok-kelompok bangsa yang memiliki persamaan budaya, bahasa,
wilayah, serta persamaan cita-cita dan tujuan. Paham baru di Eropa tersebut
berdampak luas ke wilayah Asia-Afrika. Hal itu terlihat dari banyaknya gerakan
yang menentang penjajahan dan gerakan yang memperjuangkan kemerdekaan setiap
bangsa Asia dan Afrika.
Peristiwa-peristiwa penting antara Perang Dunia I
dan II, antara lain Perang Dunia I, Perjanjian Versailes, pembentukan Liga
Bangsa-Bangsa, Perang Dunia II, dan pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pergerakan nasional Indonesia yang terjadi pada awal abad ke-20 dapat diartikan
sebagai pergerakan di seluruh bangsa Indonesia yang berasal dari berbagai
kelompok etnis, agama, dan budaya yang terhimpun dalam organisasi-organisasi
pergerakan dan yang bertujuan untuk memajukan bangsa Indonesia di bidang
pendidikan, ekonomi, sosial-budaya, dan politik serta untuk memperoleh
kemerdekaan yang meliputi seluruh bangsa dari penjajah Belanda.
Organisasi pergerakan nasional yang pernah lahir di
Indonesia antara lain, Budi Utomo, Sarekat Islam, Indische Partiij, PNI,
Partindo, PKI, Taman Siswa, Perhimpunan Indonesia, Parindra, Muhammadiyah,
PPPKI, dan PPPI. Sedangkan organisasi pemuda di antaranya Trikoro Dharmo, Jong
Celebes, Jong Sumatra Bond, PPPI, Jong Indonesia, dan Indonesia Muda. Demikian
pula pada pergerakan kaum wanita Indonesia yang dipelopori oleh R.A. Kartini
dan Dewi Sartika.