a. Faktor Ekstern
1. Munculnya
kesadaran tentang pentingnya semangat kebangsaan, semangat nasional, perasaan
senasib sebagai bangsa terjajah, serta keinginan untuk mendirikan negara
berdaulat lepas dari cengkeraman imperialisme di seluruh negara-negara jajahan
di Asia, Afrika, dan Amerika Latin pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.
2. Fase tumbuhnya
anti imperialisme tersebut berkembang bersamaan dengan atau dipengaruhi oleh
lahirnya golongan terpelajar yang memperoleh pengalaman pergaulan internasional
serta mendapatkan pemahaman tentang ide-ide baru dalam kehidupan bernegara yang
lahir di Eropa, seperti demokrasi, liberalisme, sosialisme, dan komunisme
melalui pendidikan formal dari negara-negara Barat.
3. Paham-paham
tersebut pada dasarnya mengajarkan tentang betapa pentingnya persamaan derajat
semua warga negara tanpa membedakan warna kulit, asal usul keturunan, dan
perbedaan keyakinan agama. Paham tersebut masuk ke Indonesia dan dibawa oleh
tokoh-tokoh Belanda yang berpandangan maju, golongan terpelajar Indonesia yang
memperoleh pendidikan Barat, serta alim ulama yang menunaikan ibadah haji dan
memiliki pergaulan dengan sesama umat muslim seluruh dunia.
4. Perang Dunia I
(1914-1919) telah menyadarkan bangsa-bangsa terjajah bahwa negara-negara
imperialis telah berperang di antara mereka sendiri. Perang tersebut merupakan
perang memperebutkan daerah jajahan. Tokoh-tokoh pergerakan nasional di Asia,
Afrika dan Amerika Latin telah menyadari bahwa kini saatnya telah tiba bagi
mereka untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah yang sudah lelah berperang.
5. Munculnya
rumusan damai mengenai penentuan nasib sendiri (self determination)
Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson pasca perang dunia I disambut
tokoh-tokoh pergerakan nasional Indonesia sebagai pijakan dalam perjuangan
mewujudkan kemerdekaan.
6. Lahirnya
komunisme melalui Revolusi Rusia 1917 yang diikuti dengan semangat anti
kapitalisme dan imperalisme telah mempengaruhi tumbuhnya ideologi perlawanan di
negara-negara jajahan terhadap imperialisme dan kapitalisme Barat. Konflik
ideologi dunia antara kapitalisme atau imperialisme sosialisme atau komunisme
telah memberikan dorongan bagi bangsa-bangsa terjajah untuk melawan kapitalisme
atau imperialisme Barat.
7. Munculnya
nasionalisme di Asia dan di negara-negara jajahan lainnya di seluruh dunia
telah mengilhami tokoh-tokoh pergerakan nasional untuk melakukan perlawanan
terhadap penjajahan Belanda. Kemenangan Jepang atas Rusia pada 1905 telah
memberikan keyakinan bagi tokoh nasionalis Indonesia bahwa bangsa kulit putih
Eropa dapat dikalahkan oleh kulit berwarna Asia. Demikian juga, model
pergerakan nasional yang dilakukan oleh Mahatma Gandhi di India, Mustapha Kemal
Pasha di Turki, serta Dr. Sun Yat Sen di Cina telah memberikan inspirasi bagi
kalangan terpelajar nasionalis Indonesia bahwa imperialisme Belanda dapat
dilawan melalui organisasi modern dengan cara memajukan ekonomi, pendidikan,
sosial, budaya, dan politik pada bangsa Indonesia terlebih dahulu sebelum
memperjuangkan kemerdekaan.
b. Faktor Intern
1. Penjajahan
mengakibatkan terjadinya penderitaan rakyat Indonesia yang tidak terkira.
Sistem penjajahan Belanda yang eksploitatif terhadap sumber daya alam dan
manusia Indonesia serta sewenang-wenang terhadap warga pribumi telah
menyadarkan penduduk Indonesia tentang adanya sistem kolonialisme dan
imperialisme Barat yang menerapkan ketidaksamaan dan perlakuan yang
membeda-bedakan (diskriminatif).
2. Kenangan akan
kejayaan masa lalu. Rakyat Indonesia pada umumnya menyadari bahwa mereka pernah
memiliki negara kekuasaan yang jaya dan berdaulat di masa lalu (Sriwijaya dan
Majapahit). Kejayaan ini menimbulkan kebanggaan dan meningkatnya harga diri
sebagai suatu bangsa. Oleh karena itu, rakyat Indonesia berusaha untuk
mengembalikan kebanggaan dan harga diri sebagai suatu bangsa tersebut.
3. Lahirnya
kelompok terpelajar yang memperoleh pendidikan Barat dan Islam dari luar
negeri. Kesempatan ini terbuka setelah pemerintah kolonial Belanda pada awal
abad ke-20 menjalankan Politik Etis (edukasi, imigrasi, dan irigasi).
Orang-orang Indonesia yang memperoleh pendidikan Barat berasal dari kalangan
priyayi abangan yang memiliki status bangsawan. Sebagian lainnya berasal dari
kalangan priyayi dan santri yang secara sosial ekonomi memiliki kemampuan untuk
menunaikan ibadah haji serta memperoleh pendidikan tertentu di luar negeri.
4. Lahirnya
kelompok terpelajar Islam telah menyadarkan bangsa Indonesia terjajah yang
sebagian besar penduduknya beragama Islam. Kelompok intelektual Islam telah
menjadi agent of change atau agen pengubah cara pandang masyarakat bahwa
nasib bangsa Indonesia yang terjajah tersebut tidak dapat diperbaiki melalui
belas-kasihan penjajah seperti Politik Etis misalnya. Nasib bangsa Indonesia
harus diubah oleh bangsa Indonesia sendiri dengan cara memberdayakan bangsa
melalui peningkatan taraf hidup di bidang ekonomi, pendidikan, sosial, dan
budaya.
5. Menyebarnya
paham-paham baru yang lahir di Eropa, seperti demokrasi, liberalisme,
sosialisme, dan komunisme di negeri jajahan (Indonesia) yang dilakukan oleh
kalangan terpelajar.
6. Muncul dan
berkembangnya semangat persamaan derajat pada masyarakat Indonesia dan
berkembang menjadi gerakan politik yang sifatnya nasional. Tindakan pemerintah
kolonial yang semakin represif seperti pembuangan para pemimpin Indische
Partiij pada 1913, ikut campurnya Belanda dalam urusan internal Sarekat Islam,
dan penangkapan tokoh-tokoh nasionalis telah menimbulkan gerakan nasional untuk
memperoleh kebebasan berbicara, berpolitik, serta menentukan nasib sendiri
tanpa dicampuri pemerintah kolonial Belanda.