Pengertian Asimilasi dalam Proses Inteaksi Sosial

Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Asimilasi ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingankepentingan dan tujuan-tujuan bersama.

Apabila orang-orang melakukan asimilasi ke dalam suatu kelompok manusia atau masyarakat, dia tidaklagi membedakan dirinya dengan kelompok tersebut yang mengakibatkan bahwa mereka dianggap sebagai orang asing. Dalam proses asimilasi, mereka mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan-kepentingan serta tujuan-tujuan kelompok.

Apabila dua kelompok manusia mengadakan asimilasi, batas-batas antara kelompok-kelompok tadi akan hilang dan keduanya lebur menjadi satu kelompok. Secara singkat, proses asimilasi ditandai dengan pengembangan sikap-sikap yang sama, walau kadangkala bersifat emosional dengan tujuan untuk mencapai kesatuan, atau paling sedikit mencapai integrasi dalam organisasi, pikiran dan tindakan.

Proses asimilasi terjadi bila:

1)   kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya;
2)   orang-perorangan sebagai warga kelompok tadi saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang lama sehingga;
3)   kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri.

Asimilasi terkait erat dengan pengembangan sikap dan cita-cita yang sama dari sekelompok manusia. Didalam proses tersebut ada beberapa bentuk interaksi sosial yang mengarah ke suatu proses asimilasi (interaksi yang asimilatif) bila memiliki syarat-syarat sebagai berikut:

1.   bersifat suatu pendekatan terhadap pihak lain, di mana pihak yang lain tadi juga berlaku sama. Seorang siswa yang jujur dan baik tata lakunya misalnya, tidak akan mungkin hidup bersama-sama dengan rekannya yang licik di dalam satu kamar di asrama. Walaupun mahasiswa yang jujur dan baik tadi berusaha untuk bersikap toleran terhadap rekannya tetapi tak akan terjadi suatu persahabatan karena pihak yang lain bersikap sebagai musuh.

2.   proses interaksi sosial tersebut tidak mengalami halangan-halangan atau pembatasan-pembatasan. Misalnya halangan untuk melakukan perkawinan campuran/beda suku, pembatasan untuk sekolah di lembaga-lembaga pendidikan tertentu, adanya hambatan untuk berkumpul atau bertemu dalam suatu organisai, dan sebagainya.

3.   interaksi sosial tersebut bersifat langsung dan primer. Misalnya upaya untuk membentuk sebuah organisasi multilateral/bilateral akan terhalang oleh adanya kesukaran melakukan interaksi langsung dan primer antara negara-negara bersangkutan. Bisa saja masalahnya menyangkut keamanan, kepentingan ekonomi, atau kedaulatan.

4.   frekuensi interaksi sosial tinggi dan tetap, serta ada keseimbangan antara pola-pola asimilasi tersebut. Artinya, stimulan dan tanggapan-tanggapan dari pihak-pihak yang mengadakan asimilasi harus sering dilakukan dan suatu keseimbangan tertentu harus dicapai dan dikembangkan. Mengadakan interaksi sosial yang asimilatif dengan suku-suku tradisional di Indonesia yang masih terasing merupakan hal yang sulit karena para warganya kurang mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi dengan para warga masyarakat lain.

Dengan menggunakan kata lain, tak ada asimilasi yang bersifat pasif, di mana salah-satu pihak hanya menunggu dan menerima saja. Maka, asimilasi yang dipaksakan juga tidak mungkin apabila paksaan atau kekerasan tersebut hanya merupakan halangan terhadap terjadinya interaksi sosial. Keadaan tersebut terlihat, misalnya, pada asimilasi antara masyarakat dengan bekas narapidana.

Apabila masyarakat beranggapan bahwa riwayat hidup seorang bekas narapidana merupakan halangan bagi terjadinya interaksi sosial penuh dengan warga-warga masyarakat lainnya, ada keraguan apakah masyarakat akan dapat menerimanya kembali. Dalam keadaan demikian, dapat dimengerti mengapa bekas narapidana tadi pada akhirnya akan kembali mengadakan interaksi dengan golongan bekas narapidana lain atau penjahat.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu asimilasi antara lain adalah:

1)   toleransi;
2)   kesempatan-kesempatan yang seimbang di bidang ekonomi;
3)   sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya;
4)   sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat;
5)   persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan;
6)   perkawinan campuran (amalgamation);
7)   adanya musuh bersama dari luar (Soekanto; 1990).

Proses asimilasi tak akan terjadi walaupun terdapat pergaulan yang intensif dan luas antara kelompok-kelompok yang bersangkutan. Hal ini terjadi bila antara kelompok-kelompok tersebut tidak ada sikap toleran dan simpati. Dalam keadaan demikian proses asimilasi akan macet. Misalnya, hubungan antara orang-orang Tionghoa di Indonesia yang bergaul intens dan luas dengan orang-orang asli Indonesia sejak bertahun-tahun yang lalu, tetapi belum juga terintegrasi ke dalam masyarakat Indonesia.