Bentuk-bentuk
lembaga sosial terdiri dari beberapa macam. Dalam kesempatan ini akan dibahas
lima bentuk lembaga sosial, yakni:
(1) keluarga,
(2) agama,
(3) pendidikan,
(4) ekonomi, dan
(5) politik.
Masing-masing
bentuk lembaga sosial tersebut mengemban fungsi yang khas dalam kehidupan
masyarakat.
1. Lembaga Keluarga
Keluarga merupakan
kesatuan terkecil dan sekaligus paling mendasar dalam kehidupan masyarakat yang
terbentuk melalui proses perkawinan. Dalam pandangan sosiologi, perkawinan
merupakan ikatan lahir batin antara dua orang atau lebih yang berlainan jenis
kelamin dalam hubungan suami istri. Secara umum, masyarakat akan memandang sah
terhadap keberadaan sebuah keluarga jika keluarga tersebut telah sesuai dengan
sistem nilai dan sistem norma yang ada, di antaranya adalah:
a. Hukum Agama
Pada dasarnya agama
menganjurkan dan sekaligus mengatur pembentukan keluarga melalui proses
perkawinan. Dengan demikian, agama memiliki norma-norma dan aturanaturan
tentang tata cara perkawinan dan sekaligus tata cara membina keluarga yang
bahagia dan sejahtera. Sebuah keluarga dianggap sah jika telah melalui proses
perkawinan sesuai dengan syarat-syarat dan tata tertib yang diatur berdasarkan
ajaran agama.
b. Hukum Negara
Untuk menjaga ketertiban
dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat, negara membentuk undang-undang
perkawinan yang harus dipatuhi oleh setiap warga negara. Kehidupan bersama yang
dilakukan oleh dua orang yang berlainan jenis belum dapat disebut sebagai
sebuah keluarga sebelum memenuhi undang-undang perkawinan sebagaimana yang
telah ditetapkan oleh negara. Dibentuknya undang-undang perkawinan tersebut
sekaligus menandakan bahwa masalah perkawinan merupakan suatu jenjang yang
sangat penting dalam peri kehidupan masyarakat. Pernyataan seperti bisa
dimengerti karena melalui perkawinanlah sebuah keluarga dapat dibentuk,
sedangkan keluarga yang telah terbentuk sangat berperan dalam memelihara dan
mempertahankan ketertiban dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
c. Hukum Adat
Pada dasarnya
proses perkawinan memerlukan keterlibatan orang lain yang akan bertindak
sebagai saksi. Beberapa masyarakat tertentu memiliki caranya masing-masing
seperti bisa dimengerti karena melalui perkawinanlah sebuah keluarga dapat
dibentuk, sedangkan keluarga yang telah terbentuk sangat berperan dalam
memelihara dan mempertahankan ketertiban dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
c. Hukum Adat
Pada dasarnya
proses perkawinan memerlukan keterlibatan orang lain yang akan bertindak
sebagai saksi. Beberapa masyarakat tertentu memiliki caranya masing-masing
dalam menganggap bahwa sebuah perkawinan dianggap absah atau tidak. Di sinilah
letak arti penting hukum adat dalam sebuah perkawinan. Adat istiadat telah
memiliki tata cara dalam penyelenggaraan perkawinan, seperti ada perkawinan
Jawa, adat perkawinan Sunda, adat perkawinan Minang, adat perkawinan Bali, dan
sebagainya.
Keanggotaan
keluarga pada awalnya hanya terdiri dari bapak dan ibu saja. Akan tetapi lambat
laun keanggotaan sebuah keluarga terdiri dari bapak, ibu, anak yang dikenal
dengan istilah keluarga inti (nuclear family). Keluarga inti tersebut akan
terus mengalami perkembangan menjadi keluarga luas (extended family), setelah
anak-anak telah mencapai jenjang kedewasaan dan melakukan perkawinan. Akhirnya
terbentuklah suatu jaringan keluarga besar yang terdiri dari kakek, nenek, para
menantu, anak, cucu, kemenakan, paman, bibi, dan lain sebagainya.
Sebuah gambaran
keluarga luas (extended family), terdiri dari orang tua, anak, cucu, dan
keturunan selanjutnya
Karena keluarga
merupakan sebuah lembaga sosial yang bersifat langgeng, maka kebanyakan
keluarga, kecuali keluarga yang berantakan di tengah jalan, akan mengalami
tahap-tahap perkembangan tertentu. Secara sosiologis tahap-tahap perkembangan
yang dilewati oleh suatu keluarga terdiri dari: tahap persiapan (pre-nuptual),
tahap perkawinan (nuptual stage), tahap pemeliharaan anak (child rearing
stage), dan tahap keluarga dewasa (maturity stage).
1. Tahap Persiapan
(Pre-Nuptual)
Tahap ini ditandai dengan
proses pengenalan secara terencana dan intensif antara seorang pria dengan
seorang wanita, yang kemudian disusul dengan kesepakatan antara kedua belah
pihak untuk membangun sebuah keluarga dalam ikatan perkawinan. Tahap ini
ditandai juga dengan proses peminangan dan pertunangan.
2. Tahap Perkawinan
(Nuptual Stage)
Tahap perkawinan
merupakan awal perjalanan dari sebuah keluarga yang ditandai dengan peristiwa
akad nikah yang dilaksanakan berdasarkan atas hukum agama dan hukum negara yang
dilanjutkan pesta perkawinan yang biasanya diselenggarakan berdasarkan adat
istiadat tertentu. Pada tahap ini, keluarga baru mulai meneguhkan pendirian dan
sikap sebuah keluarga yang akan diarungi bersama.
3. Tahap
Pemeliharaan Anak (Child Rearing Stage)
Tahap ini terjadi
setelah beberapa tahun dari usia perkawinan dan keluarga tersebut telah
dikaruniai anak. Anak merupakan hasil cinta kasih yang dikembangkan dalam
kehidupan negara yang dilanjutkan pesta perkawinan yang biasanya
diselenggarakan berdasarkan adat istiadat tertentu. Pada tahap ini, keluarga
baru mulai meneguhkan pendirian dan sikap sebuah keluarga yang akan diarungi
bersama. Selanjutnya sebuah keluarga bertanggung jawab untuk memelihara,
membesarkan, dan mendidik anak-anak yang dilahirkan hingga mencapai jenjang
kedewasaan.
4. Tahap Keluarga
Dewasa (Maturity Stage)
Tahap ini ditandai
dengan pencapaian kedewasaan oleh anak-anak yang dilahirkan dalam sebuah
keluarga, dalam arti anak-anak tersebut telah mampu berdiri sendiri, terlepas
dari ketergantungan dengan orang tua mereka.
Dengan menyimak
uraian di atas, maka dapat digarisbawahi bahwa pembentukan keluarga bertujuan
untuk mencapai beberapa hal, di antaranya adalah:
1. Mengatur hubungan seksual secara sah, yakni melalui ikatan perkawinan,
dalam rangka melanjutkan keturunan. Dalam kehidupan sosial dapat diperhatikan,
betapa banyaknya akibat negatif yang ditimbulkan oleh perilaku seksual bebas,
yakni perilaku seksual di luar ikatan perkawinan.
2. Mengatur pola-pola pemeliharaan, pengawasan, pengayoman, membesarkan, dan
mendidik anak menuju jenjang kedewasaan sebagai wujud dari rasa tanggung jawab
dari pembentukan keluarga.
3. Memelihara dan mengembangkan rasa kasih sayang, semangat hidup, dan
kebutuhan-kebutuhan afeksi lainnya antara seluruh anggota keluarga.
Dilihat dari jumlah
suami dan jumlah istri yang terikat dalam sebuah tali perkawinan dan membentuk
sebuah keluarga, maka dalam sosiologi dibedakan dua bentuk perkawinan, yaitu:
monogami dan poligami. Poligami itu sendiri terdiri dari tiga bentuk, yaitu:
piliandri, poligini, dan group marriage. Dari keempat bentuk perkawinan
tersebut monogami merupakan bentuk perkawinan yang paling populer dalam
kehidupan masyarakat. Monogami merupakan perkawinan yang dilakukan oleh seorang
laki-laki dengan seorang perempuan. Bentuk perkawinan seperti inilah yang lebih
banyak dijumpai dalam kehidupan masyarakat.
Poligini merupakan
perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan beberapa orang wanita.
Beberapa wanita tersebut bisa merupakan orang-orang yang masih terikat dalam
hubungan saudara ataupun tidak terikat dalam hubungan saudara. Jika perkawinan
tersebut dilakukan oleh seseorang terhadap beberapa wanita yang terikat oleh
hubungan saudara, maka perkawinan tersebut disebut dengan poligini soronal. Jika
perkawinan tersebut dilakukan oleh seorang laki-laki dengan beberapa orang
wanita yang tidak terikat oleh hubungan saudara disebut dengan poligini
nonsoronal. Poligini soronal dapat ditemui dalam peri kehidupan suku Indian di
mana para wanita sering memberikan saran kepada suaminya untuk mengambil
beberapa keluarga dekatnya sebagai istri. Dalam kehidupan raja-raja Hindu Jawa
pun mengenal poligini soronal, seperti yang dilakukan oleh Raden (raja terakhir
kerajaan Singasari) sekaligus.
Wijaya (raja
pertama kerajaan Majapahit) yang mengawini keempat puteri Raja Kertanegara
Poliandri merupakan suatu perkawinan yang terjadi. antara seorang wanita dengan
beberapa orang laki-laki. Terdapat dua macam poliandri, yaitu: (1) poliandri
fraternal, yakni para suami terikat oleh hubungan persaudaraan. dan (2)
poliandri nonfraternal, yakni para suami tidak terikat oleh hubungan
persaudaraan. Jika para suami terikat dalam hubungan persaudaraan. Bentuk
perkawinan ini sangat jarang ditemui, kecuali hanya terjadi pada lima kelompok
masyarakat di dunia, yaitu tradisi perkawinan beberapa suku di Tibet Tengah,
tradisi perkawinan pada suku bangsa Netsilik Eskimo (di Teluk Hudson), tradisi
perkawinan Poliandri merupakan suatu perkawinan yang terjadi. antara seorang
wanita dengan beberapa orang laki-laki. Terdapat dua macam poliandri, yaitu:
(1) poliandri fraternal, yakni para suami terikat oleh hubungan persaudaraan.
dan (2) poliandri nonfraternal, yakni para suami tidak terikat oleh hubungan
persaudaraan. Jika para suami terikat dalam hubungan persaudaraan. Bentuk
perkawinan ini sangat jarang ditemui, kecuali hanya terjadi pada lima kelompok
masyarakat di dunia, yaitu tradisi perkawinan beberapa suku di Tibet Tengah,
tradisi perkawinan pada suku bangsa Netsilik Eskimo (di Teluk Hudson), tradisi
perkawinan Kasta Nayar di Chochin (India Selatan), tradisi perkawinan penduduk
Marquesas (Polinesia), dan tradisi perkawinan bangsa Toda di Mysore (India
Selatan).
2. Lembaga Agama
Sosiolog Emile
Durkheim mengatakan bahwa agama merupakan suatu sistem terpadu yang terdiri
atas kepercayaan dan praktek yang berhubungan dengan hal-hal yang suci dan
mempersatukan semua penganutnya dalam suatu komunitas moral yang disebut umat.
Ajaran agama sangat berperan dalam memperbaiki moral manusia, terutama yang
tekait dengan hubungan antara sesama manusia, hubungan antara manusia dengan
makhluk lain, dan hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Pesan-pesan
moral yang diajarkan dalam agama dan juga kuatnya pengaruh agama dalam
kehidupan manusia telah membuat agama memiliki hubungan yang sangat erat dengan
lembaga-lembaga sosial lainnya.
Ajaran-ajaran agama
telah memberikan landasan yang kuat dalam tata kehidupan keluarga, ekonomi,
pendidikan, kebudayaan, dan kehidupan sosial lainnya. Dalam hubungan dengan
uraian tersebut, Borton dan Hunt menjelaskan tentang dua fungsi agama, yakni
fungsi manifest dan fungsi laten. Fungsi manifest agama meliputi tiga hal,
yaitu: (1) adanya pola-pola keyakinan (doktrin) yang menentukan sifat hubungan,
baik antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa maupun hubungan antara sesama
manusia, (2) adanya upacara ritual yang melambangkan suatu pola keyakinan
(doktrin) dan mengingatkan manusia terhadap keberadaan pola keyakinan (doktrin)
tersebut., dan (3) adanya pola perilaku umat yang konsisten dengan
ajaran-ajaran yang diyakini.
Selain fungsi
manifest (fungsi yang tampak secara nyata) agama juga menyimpan fungsi laten,
yakni fungsi yang bersifat tersembunyi. Fungsi laten atau fungsi tersembunyi
dari agama dapat diperhatikan pada beberapa hal sebagai berikut:
1. Tempat peribadatan, selain berfungsi sebagai tempat untuk melakukan
kegiatan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Esa, juga berfungsi sebagai tempat
untuk saling bertemu dan saling berkomunikasi antara sesama umat beragama.
Masjid, misalnya, selain digunakan sebagai tempat shalat bagi umat Islam, juga
digunakan sebagai tempat untuk melaksanakan pengajian umum, musyawarah,
berdiskusi, dan lain sebagainya.
2. Semangat manusia untuk dapat melaksanakan ajaran agama secara baik telah
menumbuhkembangkan semangat lain dalam berbagai bidang kehidupan. Misalnya:
semangat untuk dapat melakukan ibadah haji bagi umat Islam telah menumbuhkan
semangat kerja yang tinggi sehingga dicapai pula prestasi ekonomi yang tinggi.
3. Semangat untuk mengembangkan ajaran agama telah memacu pula semangat
untuk mengembangkan strategi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Seperti: melakukan kegiatan dakwah melalui internet, radio,
televisi, dan lain sebagainya.
3. Lembaga Pendidikan
Pada dasarnya
setiap anak dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya sehingga
membutuhkan bantuan orang lain yang lebih dewasa agar dapat menjalani proses
kehidupannya. Bantuan utama yang perlu diberikan kepada setiap anak adalah
berupa pendidikan. Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu usaha sadar yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap seseorang atau
sekelompok orang agar mencapai taraf kedewasaan sebagaimana yang diinginkan.
Tolak ukur kedewasaan yang ingin dicapai dalam pendidikan adalah keadaan dimana
seseorang telah mampu berdiri sendiri, terlepas dari ketergantungan terhadap
orang lain.
Ditinjau
lingkungannya, pendidikan dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
(1) pendidikan informal, yakni pendidikan yang terjadi di lingkungan
keluarga,
(2) pendidikan formal, yakni pendidikan yang terjadi di lingkungan sekolah,
dan
(3) pendidikan nonformal, yakni pendidikan yang terjadi di lingkungan
masyarakat.
Pendidikan informal
atau pendidikan yang terjadi di lingkungan keluarga merupakan sejumlah
pengalaman berharga yang ditimba oleh seseorang atau sekelompok orang, baik
secara sengaja maupun tidak sengaja, di tengah-tengah kehidupan keluarga.
Adapun beberapa ciri dari pendidikan formal (pendidikan di lingkungan keluarga)
tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
1. Proses pendidikan tidak diselenggarakan secara teratur, terencana, dan
sistematis, bahkan sering terjadi proses peniruan secara tidak sadar dan tidak
disengaja, sehingga tidak mengenal penyusunan tujuan tertentu, penyiapan materi
pelajaran, penggunaan teknik dan metode pembelajaran, dan tidak mengenal adanya
evaluasi seperti yang sering dijumpai pada lembaga-lembaga sekolah.
2. Proses pendidikan tidak terikat oleh waktu, tempat, dan sekaligus tidak
mengenal batasan usia.
3. Proses pendidikan terjadi secara otomatis di antara seluruh anggota
keluarga sehingga tidak mengenal istilah guru dan murid, melainkan antara orang
tua atau orang yang dianggap tua dengan anak-anak.
Pendidikan formal
merupakan proses pendidikan yang terjadi di lingkungan sekolah. Dengan
demikian, pendidikan formal merupakan lembaga pendidikan resmi yang
diselenggarakan pemerintah, yakni berupa sekolah-sekolah. Beberapa ciri dari
pendidikan formal antara lain adalah sebagai berikut:
1. Diselenggarakan secara rapi, terencana, teratur, dan sistematis dalam
rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2. Materi pelajaran disiapkan sesuai dengan kurikulum atau silabus yang ada.
3. Proses pendidikan diselenggarakan secara tertib dan terstruktur dengan
menggunakan teknik dan metode yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi
materi pelajaran, para pelajar, ketersediaan media pembelajaran, lingkungan,
dan sebagainya.
4. Pada waktu-waktu yang telah ditetapkan diselenggarakan evaluasi terhadap
keberhasilan proses pendidikan dan termasuk di dalamnya menyusun
laporan-laporan kemajuan akademik yang telah dicapai oleh pelajar.
5. Proses pendidikan disesuaikan dengan jenjang pendidikan, kelompok umur,
dan pengelompokan jurusan tertentu.
6. Proses pendidikan dipandu oleh seorang pendidik yang dikenal dengan
istilah guru atau dosen terhadap para pelajar, baik siswa maupun mahasiswa.
7. Terdapat sertifikat atau ijazah tertentu yang menyatakan bahwa seseorang
telah menyelesaikan pendidikan pada jenjang pendidikan tertentu.
Pendidikan
nonformal merupakan proses pendidikan yang terjadi di lingkungan masyarakat
luas. Biasanya pendidikan nonformal memberikan keterampilan-keterampilan
praktis dan menyiapkan sikap mental anggota masyarakat agar siap terjun dalam
kehidupan nyata. Pada umumnya pendidikan nonformal diselenggarakan dalam bentuk
kursus maupun pelatihan-pelatihan, seperti kursus mengemudi, kursus montir,
kursus menjahit, dan lain sebagainya. Adapun beberapa ciri dari pendidikan
nonformal antara lain adalah sebagai berikut:
1. Diselenggarakan secara teratur, terencana, dan sistematis dengan tujuan
untuk menyiapkan tenaga kerja yang profesional.
2. Tidak mengenal batasan usia.
3. Tidak mengenal sistem penjenjangan dan sistem kelas yang ketat.
4. Diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan lingkungan, bakat, dan minat
warga masyarakat.
5. Proses pendidikan diselenggarakan secara singkat sehingga lebih efisien
dan efektif.
6. Waktu dan tempat penyelenggaraan proses pendidikan disesuaikan dengan
situasi dan kondisi lingkungan dan kesempatan para pelajar.
Adapun lembaga
pendidikan yang dimaksudkan dalam uraian kali ini mengacu pada proses
pendidikan yang diselenggarakan secara terencana, terprogram, teratur, dan
sistematis di sekolah-sekolah, baik yang bersifat formal maupun nonformal.
Lembaga pendidikan atau sekolah-sekolah sebagaimana yang dimaksud mulai
berkembang ketika kehidupan manusia semakin kompleks. Kompleksnya kehidupan
manusia tersebut disebabkan oleh adanya penemuan-penemuan baru dalam bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga suatu keluarga tidak mungkin lagi
dapat melakukan proses pendidikan yang sesuai dengan tuntutan zaman.
Adapun
faktor-faktor yang mendorong penyelenggaraan pendidikan melalui lembaga-lembaga sekolah
antara lain adalah sebagai berikut:
1.
Kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi
Dewasa ini
kehidupan manusia disemarakkan oleh adanya penemuan-penemuan baru dalam bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi. Penemuan-penemuan tersebut telah membuat
kehidupan manusia menjadi serba mudah, cepat, dan sangat kompleks. Siapa saja
yang tidak mengikuti kemajuan-kemajuan seperti itu dipastikan kehidupannya
akan ketinggalan
zaman. Karena keluarga tidak mungkin sanggup menyelenggarakan pendidikan
sebagaimana tuntutan zaman seperti tersebut, maka diperlukan lembaga-lembaga
pendidikan yang secara teratur, terencana, dan sistematis menyusun
program-program pendidikan sesuai dengan kebutuhan.
2. Meningkatnya
standar pemenuhan kebutuhan hidup manusia
Sebagai akibat dari
adanya penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
tersebut, maka kehidupan manusia menjadi semakin mudah dan sekaligus semakin
cepat. Akibatnya, standar pemenuhan kebutuhan hidup manusia menjadi semakin
tinggi. Manusia sudah tidak lagi cukup hanya dengan pemenuhan kebutuhan pokok
yang berupa sandang, pangan, dan papan. Sebaliknya, manusia berlomba-lomba
untuk mencapai standar kehidupan yang lebih baik. Salah satu usaha untuk
mencapai standar kehidupan yang lebih baik adalah dengan menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan.
3. Pertumbuhan
penduduk yang sangat pesat
Ledakan penduduk
atau pertumbuhan penduduk yang sangat cepat merupakan salah satu masalah
kependudukan yang dihadapi oleh umat manusia saat ini. Keadaan seperti itu
diperparah lagi dengan minimnya kesempatan kerja yang menjamin kehidupan
manusia. Untuk dapat memasuki lapangan kerja yang memadai seseorang harus
memiliki kualitas-kualitas tertentu yang hanya dapat diperoleh melalui jalur
pendidikan. Tanpa memiliki pengetahuan dan keterampilan tertentu seseorang
dipastikan akan kalah dalam persaingan mencari lapangan kerja.
4. Semakin
tingginya tuntutan lapangan kerja
Hampir semua
lapangan kerja pada saat ini dilengkapi dengan seperangkat teknologi canggih
seperti peralatan elektronik, komputer, internet, dan lain sebagainya.
Disamping itu, tingginya persaingan antara perusahaan-perusahaan dan besarnya
dorongan lembaga-lembaga tertentu untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman
merupakan tuntutan tersendiri terhadap para pekerja untuk semakin meningkatkan
profesionalisme.
Uraian di atas
semakin menegaskan bahwa lembaga pendidikan memegang fungsi dan peranan yang
sangat strategis dalam kehidupan manusia.
Secara umum fungsi
pendidikan, menurut Harton dan Hunt, dibedakan atas dua bagian, yaitu: (1)
fungsi manifest, yakni
fungsi yang
jelas-jelas tampak dan dapat dirasakan manfaatnya secara langsung oleh manusia,
dan (2) fungsi laten, yakni fungsi yang tidak tampak (tersembunyi) dari
pendidikan.
Fungsi manifest
pendidikan di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Membantu manusia dalam mengembangkan potensi (bakat dan minat) sehingga
dapat bermanfaat terhadap dirinya pribadi dan masyarakat secara luas.
2. Memberikan bekal kepada manusia dalam usaha mencari dan memenuhi
kebutuhan hidup.
3. Mewariskan kebudayaan kepada generasi muda sehingga terjaga
kelestariannya.
4. Meningkatkan kualitas kehidupan dengan membentuk kepribadian yang mantap
melalui proses pendidikan.
Adapun fungsi laten
(fungsi tersembunyi) pendidikan, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas,
merupakan fungsi yang tersembunyi atau fungsi yang tidak secara langsung tampak
dari pendidikan, misalnya:
1. Berkurangnya
tingkat pengangguran
Tenaga-tenaga yang
telah terdidik diharapkan akan menjadi tenaga yang kreatif. Selain dapat
mencari lapangan pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya juga
dapat menciptakan lapangan pekerjaan sendiri.
2. Berkurangnya
tingkat kejahatan sosial
Kejahatan sosial
terjadi sebagai akibat dari adanya gejala penurunan moral (dekadensi moral).
Adapun pemicu kejahatan sosial tersebut adalah tingginya tingkat pengangguran
sementara kebutuhan hidup semakin mendesak untuk dipenuhi. Pendidikan yang
berhasil akan dapat mengurangi tingkat pengangguran dan hal ini secara tidak
langsung akan berpengaruh pada berkurangnya tingkat kejahatan sosial.
3. Laju pertumbuhan
penduduk dapat ditekan
Dengan memasukkan
anak-anak ke jenjang sekolah, maka perkawinan pada usia dini dapat ditekan,
setidaknya sampai anak-anak tersebut menyelesaikan pendidikannya. Rendahnya
tingkat perkawinan pada usia dini tersebut juga berarti menyiapkan
keluarga-keluarga baru yang lebih berkualitas.
4. Berkurangnya
tingkat perceraian
Banyaknya kasus
perceraian, seperti yang terjadi di daerah Indramayu (Jawa Barat), sering
disebabkan oleh ketidaksiapan suatu keluarga baru dalam mengarungi kehidupan
rumah tangga. Penyebab dari ketidaksiapan tersebut cukup banyak, di antaranya
adalah karena rendahnya tingkat pendidikan, usia pernikahan yang belum memenuhi
standar, tingkat perekonomian yang rendah, dan lain sebagainya.
4. Lembaga Ekonomi
Lembaga ekonomi
merupakan bagian dari lembaga sosial yang berkaitan dengan pengaturan dalam
bidang-bidang ekonomi dalam rangka mencapai kehidupan yang sejahtera. Lembaga
ekonomi pada dasarnya menangani masalah produksi, distribusi, dan konsumsi baik
berupa barang maupun jasa.
Dengan demikan,
lembaga ekonomi memegang tiga fungsi utama, yaitu:
(1) memproduksi
barang atau jasa yang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat,
(2) mengatur
pendistribusian barang atau jasa kepada masyarakat yang membutuhkan, dan
(3) mengatur
penggunaan atau pemakaian barang atau jasa dalam kehidupan masyarakat.
Berdasarkan atas
uraian di atas, maka lembaga ekonomi dapat diartikan sebagai lembaga sosial
yang menangani masalah pemenuhan kebutuhan material dengan cara mengatur
pengadaan barang atau jasa, menyalurkan barang atau jasa, dan mengatur
pemakaian barang atau jasa yang diperlukan bagi kelangsungan hidup masyarakat
sehingga semua lapisan masyarakat mendapatkan barang atau jasa sebagaimana yang
diperlukan.
Kegiatan produksi
berkaitan dengan sistem mata pencaharian masyarakat, seperti: pertanian,
peternakan, kerajinan, perindustrian, perikanan, dan lain sebagainya. Kegiatan
distribusi barang maupun jasa dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu: (1) resiprositas
atau hubungan timbal balik, yaitu pertukaran barang dan jasa yang memiliki
nilai sama antara kedua belah pihak, (2) redistribusi, yaitu pertukaran kembali
barang yang sudah masuk pada suatu tempat tertentu seperti di pasar, toko,
swalayan, dan sebagainya untuk kemudian barang-barang tersebut didistribusikan
kembali kepada masyarakat yang membutuhkan, dan (3) pertukaran pasar, yaitu
pertukaran barang yang dilakukan oleh orang yang satu dengan orang yang lainnya
berdasarkan tawar menawar harga yang disepakati bersama.
Kegiatan konsumsi
merupakan kegiatan masyarakat yang memakai barang atau jasa dalam rangka
melangsungkan kehidupannya. Dalam kegiatan konsumsi ini terdapat perbedaan
nyata antara struktur masyarakat yang masih sederhana dengan struktur
masyarakat yang sudah maju dan kompleks. Pada masyarakat yang masih sederhana
kegiatan produksi, distribusi, maupun konsumsi masih berlangsung secara
sederhana, yakni sebatas pada kebutuhan lingkungannya sendiri yang masih
terbatas. Adapun masyarakat yang sudah maju akan memproduksi barang melebihi
kapasitas kebutuhan lingkungan sekitarnya. Kelebihan (surplus) barang-barang
tersebut akan didistribusikan kepada masyarakat lain di luar lingkungannya.
Sebaliknya, jika terdapat barang yang tidak diproduksi oleh masyarakat
lingkungannya mereka akan mendatangkan barang-barang yang dihasilkan oleh
masyarakat lain.
Perlu diketahui
bahwa di dunia ini terdapat beberapa tipe sistem perekonomian yang berbeda satu
sama lain. Beberapa tipe perekonomian tersebut di antaranya adalah sistem
ekonomi komunis, sistem ekonomi kapitalis, sistem ekonomi pancasila.
a. Sistem Ekonomi
Kapitalis
Kapitalisme
merupakan sistem ekonomi yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga terjadi
suatu kebebasan berkontrak, kebebasan keuntungan dan pemilikan pribadi,
kebebasan melakukan akumulasi modal dan investasi, terdapat mekanisme sistem
upah, mekanisme sistem pasar yang sangat ditentukan oleh penawaran dan
permintaan, dan adanya persaingan bebas. Salah satu contoh negara kapitalis terbesar
saat ini adalah Amerika Serikat.
b. Sistem Ekonomi
Komunis
Komunisme
mengembangkan sistem perekonomian yang secara diktator dikendalikan oleh partai
komunis. Dalam sistem ekonomi komunis rakyat sama sekali tidak memiliki sarana
pengendalian yang efektif dalam kegiatan ekonomi sehingga barang dan jasa yang
diproduksi seperti penentuan barang dan jasa yang diproduksi, penentuan harga
barang dan jasa, penentuan besaran gaji pegawai, dan lain sebagainya ditentukan
oleh sebuah badan yang berfungsi sebagai pesat perencanaan. Sebelum terjadi
revolusi di Rusia, Uni Sovyet merupakan negara komunis terbesar. Tetapi pada
akhirnya negara ini hancur oleh sebuah revolusi yang digelorakan oleh rakyat.
Beberapa negara yang masih menggunakan sistem ekonomi komunis adalah RRC, Korea
Utara, Kuba, dan lain sebagainya.
c. Sistem Ekonomi
Pancasila
Negara Indonesia
menerapkan sistem ekonomi yang khas yang disebut dengan sistem ekonomi
pancasila. Sistem ekonomi pancasila merupakan sistem perekonomian yang
bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur material dan
spiritual. Untuk tujuan tersebut sistem ekonomi pancasila berlandaskan pada
pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, yaitu:
Ayat 1 :
Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Ayat 2 :
Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara.
Ayat 3 :
Bumi, air, dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Pasal 33 UUD ’45 di
atas sesungguhnya merupakan suatu sistem demokrasi ekonomi yang mengutamakan
kemakmuran rakyat, bukan kemakmuran perorangan atau golongan tertentu. Itulah
sebabnya sistem ekonomi pancasila disusun sebagai usaha bersama berdasarkan
atas asas kekeluargaan. Lembaga ekonomi yang sesuai dengan sistem ekonomi
pancasila adalah koperasi.
5. Lembaga Politik
Dalam suntingan
bukunya yang berjudul Pengantar Sosiologi: Suatu Bunga Rampai (1985), Kamanto
Soenarto mengatakan bahwa lembaga politik merupakan suatu badan yang
mengkhususkan diri pada pelaksanaan kekuasaan dan wewenang. Dengan demikian,
lembaga politik terdiri dari lembaga eksekutif, lembaga legislatif, lembaga
yudikatif, lembaga keamanan nasional, dan partai politik.
Sehubungan dengan
kekuasaan, sosiolog Jerman Max Weber mengatakan bahwa kekuasaan merupakan
kemampuan seseorang untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada
pada pemegang kekuasaan. Kekuasaan akan dapat berjalan secara efektif jika
pemegang kekuasaan memiliki wewenang yang sah untuk menjalankan kekuasaan
berdasarkan undang-undang yang berlaku sehingga pihak yang dikuasai dapat
mentaati kehendak penguasa.
Adapun
karakteristik dari lembaga politik di antaranya adalah beberapa hal sebagai
berikut:
1. Terdapat suatu
komunitas manusia yang menjalani kehidupan bersama berdasarkan atas sistem
nilai dan sistem norma yang telah disepakati bersama.
2. Terdapat
asosiasi politik yang secara aktif menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan untuk
kepentingan bersama.
3. Adanya
kewenangan yang diberikan kepada penguasa untuk menjalankan fungsi pemerintahan
sesuai dengan wilayah kekuasaannya.
Dalam melaksanakan
kekuasaan, lembaga politik mengemban beberapa fungsi, seperti:
1. Melaksanakan undang-undang dasar yang telah disetujui dan disampaikan
oleh lembaga legislatif.
2. Menciptakan dan memelihara ketertiban di lingkungan wilayah kekuasaannya,
baik dilaksanakan secara halus (persuasif) maupun secara paksaan (represif).
3. Menjaga keamanan wilayah kekuasaannya dari serangan pihak asing dengan
menggunakan sistem pertahanan dan keamanan yang dimilikinya.
4.
Menciptakan dan
memelihara kesejahteraan umum dengan melakukan pelayanan sosial dan pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan hidup warga masyarakat di lingkungan kekuasaannya.
5. Menyelesaikan konflik yang terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat.