Partai Nasional Indonesia didirikan oleh kaum
terpelajar, yang dipelopori oleh Soekarno. Berdiranya PNI, tidak terlepas dari
pengaruh dilarangnya PKI oleh pemerintah kolonial. Kaum terpelajar dan
intelektual serta tokoh-tokoh perjuangan lainnya berusaha memikirkan strategi
yang harus dijalankan untuk mencegah agar organisasi-organisasi baru tidak
terperangkap pada kendala yang sama. Untuk itu mereka berkesimpulan bahwa
kekerasan dan radikalisme bukan jalan perjuangan yang baik dalam menghadapi
pemerintah kolonial.
Golongan terpelajar yang berada dalam Algemene
Studie Club Bandung pada 4 Juli 1927 mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI)
di Bandung. Organisasi yang dipimpin oleh Ir. Soekarno. PNI didirikan dengan
tujuan untuk menampung orang-orang yang merasa aspirasinya tidak terwakili
dalam organisasi-organisasi politik yang ada saat itu. Tujuan PNI adalah untuk
mencapai Indonesia merdeka dengan asas perjuangan berdiri di atas kaki sendiri,
nonkooperasi, dan marhaenisme.
Sebagai sebuah organisasi yang baru, PNI cepat
berkembang dan menarik perhatian banyak pihak. Hal ini disebabkan karena adanya
propaganda-propaganda yang dilakukan Ir. Soekarno dengan mengusung tema antara
lain: karakter yang buruk dari penjajah, konflik antara pengusaha dan petani,
"front sawo matang melawan front kulit putih," menghilangkan
ketergantungan dan menegakkan kemandirian, serta perlunya pembentukan negara
dalam negara. Propaganda-propaganda Ir. Soekarno yang menarik dukungan
masyarakat telah mengkhawatirkan pemerintah kolonial Belanda.
Gubernur Jenderal Belanda dalam pembukaan sidang
Volksraad pada 15 Mei 1928 memberi peringatan kepada pemimpin PNI untuk menahan
diri dalam ucapan dan propagandanya. Karena tidak dihiraukan, pemerintah
kolonial Belanda segera mengadakan penangkapan terhadap para pemimpin PNI,
seperti Ir. Soekarno, Maskun, Gatot Mangkupraja, dan Supriadinata. Penangkapan
itu terjadi pada 24 Desember 1929. Mereka kemudian diajukan ke depan pengadilan
Landraad di Bandung.
Pengadilan Ir. Soekarno dan rekannya dihadiri oleh
banyak kalangan, baik dari tokoh-tokoh pergerakan di luar maupun di dalam kota
Bandung. Pidato pembelaan Soekarno dikenal dengan Indonesia Menggugat yang di
dalamnya berisi antara lain pandangan Soekarno mengenai pergerakan nasional,
pentingnya kemerdekaan bagi bangsa Indoensia, dan dihapuskannya pemeritah
kolonial. Pengadilan tersebut menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara untuk
Soekarno, 2 tahun untuk Gatot Mangkuraja, 1 tahun 8 bulan untuk Maskun dan 1
tahun 3 bulan untuk Supriadinata dengan tuduhan melakukan perbuatan yang
mengganggu ketertiban umum dan menentang kekuasaan pemerintah.
Dipenjarakannya tokoh-tokoh penting PNI menimbulkan
pemikiran untuk membubarkan PNI, demi keselamatan para anggota, 1933. Sementara
itu, Mr. Sartono, melalui kongres luar biasa mendirikan partai baru bernama
Partai Indonesia (Partindo) dengan Sartono sebagai ketuanya. Sedangkan Mohammad
Hatta dan Sutan Sjahrir mendirikan partai baru yaitu PNI Pendidikan (PNI Baru).
Partai Indonesia (Partindo) Partindo berasaskan non kooperatif, konsep
sosio-demokrasi dan sosio-nasionalisme dari Ir. Soekarno diterima sebagai
citacita yang dituju Partindo.
Partindo adalah partai politik yang menghendaki
kemerdekaan Indonesia yang didasarkan prinsip menentukan nasib sendiri, kebangsaan,
menolong diri sendiri, dan demokrasi. Partindo menekankan perjuangan radikal
dalam rangka memperjuangkan kemerdekaan penuh. Kongres Partindo pada 15-17 Mei
1932 di Jakarta dihadiri oleh Ir. Soekarno yang saat itu belum menjadi anggota.
Dalam pidato tersebut, Soekarno memunculkan slogan "Indonesia merdeka
sekarang," "kerakyatan dan kebangsaan," dan "Persatuan
Indonesia."
Pada kongres Juli 1933, Soekarno menjelaskan konsep
Marhaenisme. Pada dasarnya Marhaenisme menyukai perjuangan membela rakyat kecil
serta menekankan kebahagiaan, kesejahteraan, dan keadilan sosial untuk marhaen
atau rakyat kecil. Sikap pemerintah kolonial Belanda terhadap Partindo semakin
keras. Pada 1933 dikeluarkan larangan bagi pegawai negeri untuk menjadi anggota
Partindo.