Perhimpunan Indonesia adalah salah satu organisasi
pergerakan nasional yang berdiri di negeri Belanda. Perhimpunan Indonesia
didirikan oleh mahasiswa Indonesia serta orang-orang Belanda yang menaruh
perhatian pada nasib Hindia Belanda yang tinggal di Negeri Belanda. Perhimpunan
Hindia atau Indische Vereeniging (IV) berdiri pada tahun 1908, yang dibentuk
sebagai sebuah perhimpunan yang bersifat sosial. Organisasi ini merupakan ajang
pertemuan dan komunikasi antar mahasiswa Indonesia yang belajar di negeri
Belanda.
Namun, setelah kedatangan pemimpin Indische Partiij
di Belanda, IV berkembang pesat dan memusatkan kegiatannya pada bidang politik.
Tokoh-tokoh organisasi yang berpandangan maju tersebut mencetuskan untuk
pertama kali konsep Hindia Bebas dari Belanda dan terbentuknya negara Hindia
yang diperintah oleh rakyatnya sendiri. Program kegiatannya antara lain bekerja
di Indonesia dan membentuk Indonesische Verbond van Studeerenden (Persatuan
Mahasiswa Indonesia).
Hal terpenting dari penggabungan ini adalah dengan
digantinya "Indische" dengan "Indonesische."
Hal ini merupakan pertama kalinya dalam sejarah pergerakan nasional Indonesia
dikenalkan istilah "Indonesische" atau "Indonesia"
dalam kegiatan akademik dan politik. Pada tahun 1923, Iwa Kusumasumatri sebagai
ketua, sejak saat itu sifat perjuangan politik organisasi semakin kuat. Dalam
rapat umum 1923 organisasi ini menyepakati tiga asas pokok organisasi yaitu:
a) Indonesia menentukan
nasib sendiri;
b) untuk itu Indonesia
harus mengandalkan kekuatan dan kemauan sendiri;
c) untuk melawan
pemerintah kolonial Belanda, bangsa Indonesia harus bersatu.
Untuk menunjukkan sikap nasionalismenya, para
pengurus organisasi ini kemudian mengubah nama majalah Hindia Putera dengan
Indonesia Merdeka. Pada edisi pertama majalah Indonesia Merdeka diungkapkan
bahwa penjajahan Indonesia oleh Belanda dan penjajahan Belanda oleh Spanyol
memiliki banyak persamaan. Selain itu diungkapkan pula alasan tidak disebutnya
negara Hindia Belanda karena hampir sama dengan orang Belanda yang tidak mau
menyebut negaranya dengan Nederland-Spanyol. Para mahasiswa mengetahui hal ini
setelah mempelajari mengenai perjuangan Belanda melawan Spanyol.
Organisasi ini juga berpendapat bahwa kemerdekaan
adalah hak setiap bangsa yang ada di dunia, termasuk hak bangsa Indonesia yang
masih terjajah. Semangat perjuangan politiknya yang jelas menuju Indonesia merdeka
menjadikan organisasi ini disegani oleh oranisasi-organisasi sejenis di
kalangan negara-negara terjajah di Asia. Propaganda tentang tujuan dan ideologi
baru bangsa Indonesia disosialisasikan secara lebih gencar oleh organisasi ini
dengan menerbitkan buklet dalam rangka memperingati hari jadi yang ke-15 pada
1924.
Indische Vereeniging (IV) pada 3 Februari 1925
berubah namanya menjadi Perhimpunan Indonesia. Dalam majalah Indonesia Merdeka,
ditulis bahwa perubahan nama ini diharapkan dapat memurnikan organisasi dan
mempertegas prinsip perjuangan organisasi. Sementara, dalam artikel yang muncul
pada bulan yang sama dengan judul Strijd in Twee Front (Perjuangan di Dua
Front), menyatakan bahwa perjuangan selanjutnya akan lebih berat dan pemuda
Indonesia tidak akan ada yang dapat menghindarinya.
Mereka harus berusaha mengerahkan semua kemampuannya
jika ingin mencapai kemerdekaan. Para pemimpin Perhimpunan Indonesia menyatakan
bahwa organisasi mereka merupakan organisasi pergerakan nasional. Sebagai
kelompok elite serta golongan menengah baru, mereka harus memainkan peran
pentingnya sebagai agen pengubah masyarakat dari masyarakat terjajah menjadi
masyarakat merdeka, dari masyarakat terbelenggu menjadi masyarakat bebas, dan
dari masyarakat yang bodoh menjadi masyarakat yang pintar.
Untuk mewujudkan cita-cita tersebut diperlukan wadah
negara kesatuan yang merdeka dan berdaulat. Salah seorang pemimpin Perhimpunan
Indonesia, Moh. Hatta, dengan penuh semangat menyerukan bersatunya semua unsur
nasionalis Indonesia. Di antara empat pikiran pokok ideologi Perhimpunan
Indonesia, pokok pikiran "merdeka" merupakan kuncinya. Keempat pokok
pikiran itu adalah kesatuan nasional, kemerdekaan, nonkooperatif, dan
kemandirian.
Ideologi Perhimpunan Indonesia yang terdiri dari
empat gagasan telah disetujui pada Januari 1925. Keempat gagasan tersebut
adalah sebagai berikut:
1) membentuk suatu
negara Indonesia yang merdeka;
2) partisipasi seluruh
lapisan rakyat Indonesia dalam suatu perjuangan terpadu untuk mencapai
kemerdekaan;
3) konflik kepentingan
antara penjajah dan yang dijajah harus dilawan dengan mempertajam dan
mempertegas konflik. Konflik ditujukan untuk melawan penjajah; dan
4) pengaruh buruk
penjajahan Belanda terhadap kesehatan fisik dan psikis bangsa Indonesia harus
segera dipulihkan dan dinormalkan dengan cara terus berjuang mencapai
kemerdekaan.
Berkembangnya paham marxisme, leninisme, dan
sosialisme di Eropa mengenai perjuangan kelas dan konflik antara kaum kapitalis
dan kaum proletar telah mempengaruhi cara pandang tokoh-tokoh pergerakan
nasional yang tinggal di Belanda, Eropa. Oleh tokoh-tokoh pergerakan nasional,
paham-paham tersebut diaplikasikan dalam ideologi pergerakan nasional. Mereka
memandang bahwa rakyat negeri jajahan adalah sebagai kaum proletar yang tertindas
akibat imperialisme yang identik dengan kapitalisme.
Tokoh pergerakan, seperti Semaun, dibuang ke
Amsterdam, Mohammad Hatta, Ali Sastroamidojo, Gatot Mangkupraja, dan Subarjo
adalah penganut paham-paham baru dari Eropa tersebut. Paham marxis, leninis,
dan sosialis telah memberikan dorongan kepada mahasiswa dalam menumbuhkan
semangat perjuangan bangsa kulit sawo matang Indonesia dengan bangsa kulit
putih Belanda. Dalam melakukan kegiatan politiknya, para mahasiswa Indonesia di
Belanda sering mengadakan pertemuan, diskusi ilmiah dan politik diantara mereka
sendiri serta dengan berbagai mahasiswa lainnya di negeri Belanda.
Tujuannya adalah untuk mengembangkan persamaan
pandangan serta menggalang simpati baik dari Indonesia, dunia internasional,
maupun dari orang Belanda sendiri tentang Indonesia merdeka. Oleh karena itu,
PI menganjurkan agar semua organisasi pergerakan nasional menjadikan konsep
Indonesia merdeka sebagai program utamanya. Seruan mahasiswa Indonesia di
negeri Belanda terhadap organisasi pergerakan di Indonesia untuk meningkatkan
aktifitas politik mendapat sambutan di Indonesia. Salah satu di antaranya
adalah PKI.
Pada November 1926, komite revolusioner PKI
mengadakan pemberontakan di Jawa Barat. Januari 1927, PKI juga mengulangi
aksinya di pantai barat Sumatra. Namun kedua aksi ini mengalami kegagalan.
Pemberontakan PKI yang gagal di Banten dianggap tanggung jawab PI di Negeri
Belanda. Setelah terjadi pemberontakan tersebut pemerintahan kolonial Belanda
berusaha menangkap para pemimpin PI di Belanda. Tokoh-tokoh PI, seperti Ali
Sastroamidjojo, Abdul Karim, M Jusuf, dan Moh.
Hatta dianggap memiliki hubungan dekat dengan
Moskow, sebagai markas gerakan comintern. Akibat tuduhan itu mereka ditangkap,
kemudian diadili atas tuduhan makar terhadap pemerintah. Karena pembelaan
mereka, akhirnya mereka dibebaskan setelah tidak terbukti terlibat dalam
pemberontakan tersebut. Dalam pidato pembelaannya, mereka menjelaskan bahwa PI
hanya sekedar membicarakan kemungkinan tindak kekerasan, kecuali pemerintah
Belanda memikirkan tentang kemerdekaan Indonesia.
Pembebasan mereka dari tuduhan tersebut dirayakan
oleh anggota-anggota PI dan partai-partai nasionalis Indonesia, karena dianggap
sebagai suatu kemenangan gerakan nasionalis atas negeri kolonial Belanda.
Karena kemenangan tersebut, maka kaum nasionalis Indonesia di Belanda semakin
mendapat simpati massa di Belanda. Perhimpunan Indonesia mempunyai peran
penting dalam pergerakan nasionalis Indonesia, walaupun organisasi ini berdiri
di Belanda dan banyak bergerak di negeri tersebut. Peran tersebut antara lain:
1) sebagai pembuka
keterkungkungan psikologis bangsa Indonesia dan kekuasaan sistem kolonial;
2) pengembang ideologi
sekuler sehingga bisa mendorong semangat revolusioner dan nasionalis;
3) mempersatukan unsur
golongan ke dalam organisasi secara keseluruhan;
4) memperkenalkan
istilah Indonesia untuk mengembangkan jati diri nasional dan tidak bersifat
kedaerahan; dan
sebagai organisasi kebangsaan yang paling orsinil
dalam mempropagandakan ideologi Indonesia Merdeka.