Budi utomo adalah suatu organisasi yang didirikan
oleh kalangan terpelajar di sekolah kedokteran yang berasal dari priyayi Jawa
yang "baru" atau priyayi rendahan. Mereka memiliki pandangan bahwa
pendidikan adalah kunci untuk kemajuan. Kelompok inilah yang merupakan kelompok
pertama pembentuk suatu organisasi yang benar-benar modern. Dr. Wahidin
Sudirohusodo adalah tokoh yang membidani lahirnya Budi Utomo melalui
kegiatannnya menghimpun dana beasiswa untuk memberikan pendidikan Barat kepada
golongan priyayi Jawa.
Kegiatan yang dilakukan oleh Dr. Wahidin tersebut
disambut oleh Soetomo, seorang mahasiswa School Tot Opleiding van Indische
Arsten (STOVIA) atau Sekolah Dokter Jawa. Bersama rekan-rekannya dia mendirikan
Budi Utomo (BU) di Jakarta pada 20 Mei 1908. Budi utomo sejak awal berdiri
sudah menetapkan bahwa bidang perhatian organisasi ini pada upaya peningkatan
pendidikan dan memajukan pendidikan masyarakat dengan memberi kesempatan dan
beasiswa bagi rakyat Indonesia untuk menempuh pendidikan. Hanya saja ruang
lingkup yang menjadi obyek pengembangan pendidikan ini pada awalnya hanya
meliputi penduduk Jawa dan Madura.
Bilamana diperhatikan dari segi keanggotaannya,
organisasi budi utomo mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1) bersifat lokal, sebab
anggotanya hanya terbatas pada orang jawa dan madura, kemudian berkembang ke
Bali, tidak meliputi seluruh wilayah Indonesia;
2) bersifat moderat dan
aristokratis, tidak bertindak radikal dalam memperjuangkan tujuannya. Hal ini
dimaklumi karena sebagian besar anggotanya adalah pegawai negeri dan juga dari
lapisan ningrat.
Pada kongres Budi Utomo yang diselenggarakan pada
3-5 Oktober 1908, Tirto Kusumo diangkat menjadi Ketua Pengurus Besar. Dalam
kongres ini, etnonasionalisasi semakin bertambah besar. Selain itu, dalam
kongres tersebut juga timbul dua kelompok, yaitu kelompok pertama diwakili oleh
golongan pemuda yang merupakan minoritas yang cenderung menempuh jalan politik
dalam menghadapi pemerintah kolonial.
Adapun kelompok kedua merupakan golongan mayoritas
diwakili oleh golongan tua yang menempuh perjuangan dengan cara lama, yaitu
sosiokultural (pendidikan, pengajaran dan kebudayaan). Golongan minoritas yang
berpandangan maju dalam organisasi ini dipelopori oleh Dr. Tjipto Mangunkusumo.
Dr. Tjipto Mangunkusumo ingin menjadikan Budi Utomo bukan hanya sebagai partai
politik yang mementingkan rakyat, melainkan juga sebuah organisasi yang
kegiatannya tersebar di Indonesia, bukan hanya di Jawa dan Madura.
Sementara golongan tua menginginkan pembentukan
dewan pimpinan yang didominasi oleh para pejabat generasi tua. Golongan ini
juga mendukung pendidikan yang luas bagi kaum priyayi dan mendorong kegiatan
pengusaha Jawa. Tjipto terpilih sebagai seorang anggota dewan. Namun, pada 1909
dia mengundurkan diri dan akhirnya bergabung dengan Indische Partiij yang
perjuangannya bersifat radikal.
Karakteristik Budi Utomo yang seperti demikian
menyulitkan untuk bertindak revolusioner, walaupun lambat laun juga mempunyai
program politik dan memperluas keanggotanya hingga sampai ke Bali. Hal ini
terjadi karena banyak dari anggota Budi Utomo adalah pegawai pemerintahan
Belanda dan banyak yang berasal dari kalangan ningrat. Kondisi inilah yang
mengakibatkan keluarnya beberapa orang tokoh utama dari Budi Utomo, seperti
Cipto Mangunkusumo, Soetomo, dan Soepomo.
Tokoh-tokoh ini beralih ke Indische Party yang
gerakannya lebih radikal. Dalam perkembangan selanjutnya Budi Utomo tetap
meneruskan cita-cita mulia menuju kemajuan yang selaras buat tanah air dan
bangsa. Ketika pecah Perang Dunia I (1914) Budi Utomo turut memikirkan cara
mempertahankan Indonesia dari serangan luar, yang mengusulkan dibentuknya ”Komite
Indie Weeber" (komisi untuk pertahanan negara) Budi Utomo juga terlibat
dalam rapat-rapat untuk membentuk Dewan Rakyat (Volksraad), yang baru
dapat terealisasi tahun 1918.
Belanda memang memberi peluang pada Budi Utomo untuk
terlibat, karena sikapnya yang moderat sehingga pemerintah kolonial tidak
terlalu mengkhawatirkan organisasi tersebut. Pada dekade ketiga abad ke-20,
April 1930, Budi Utomo dibuka keanggotannya bagi semua golongan bangsa
Indonesia. Pada kongres April 1931, anggaran dasar Budi Utomo diubah untuk
membuka diri. Pada kongres itu diputuskan untuk bekerja sama dengan organisasi
lain yang berdasarkan prinsip kooperasi.
Dalam konferensi yang diselenggarakan pada Desember
1932 di Solo, diumumkan tentang disahkannya badan persatuan yang terdiri dari
organisasi-organisasi yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka, namanya
Parindra. Kelompok organisasi ini bersifat kooperasi tapi terhadap sesuatu hal
yang lain bisa jadi non kooperasi.