Perjuangan
kalangan humanis dan kapitalis itu merintis lahirnya Undang-Undang Agraria
(Agrarische Wet) tahun 1870 dan Politisi Etis (Politik Balas Budi). Tidak
sedikit tokoh yang menentang Tanam Paksa, diantaranya:
a.
Edward Douwess Dekker (1820–1887)
Seorang
residen di Lebak-Serang (Banten), Jawa Barat. Ia menulis buku berjudul Max
Havelaar (1860). Dalam buku tersebut, ia memakai nama samaran Multatuli. Isi
buku tersebut melukiskan penderitaan rakyat Indonesia akibat pelaksanaan tanam
paksa.
b.
Baron Van Hoevel (1812–1879)
Semula
Baron van Hoevel tinggal di Jakarta, kemudian kembali ke Belanda menjadi
anggota parlemen. Selama tinggal di Indonesia, ia mengetahui langsung
penderitaan rakyat Indonesia akibat tanam paksa.
c.
Fransen Van de Putte
Ia
menulis buku berjudul Suiker Contracten (Kontrak-Kontrak Gula). Baron Van
Hoevel dan Fransen Van de Putte Fransen van de berjuang keras menghapuskan
sistem tanam paksa melalui Putte penulis Suiker parlemen Belanda. Berkat
kecaman dari kaum liberal, akhirnya Contracten pemerintah Belanda maupun
pemerintah kolonial Belanda
menghapuskan
tanam paksa (Cultuurstelssel), walaupun secara berangsur-angsur.
Proses
penghapusan tanam paksa adalah sebagai berikut:
a.
Pada tahun 1860, penghapusan tanam
paksa lada.
b.
Pada tahun 1865, penghapusan tanam
paksa untuk teh dan nila.
c.
Pada tahun 1870, hampir semua jenis
tanaman paksa telah dihapuskan, kecuali tanam paksa kopi di Priangan baru
dihapuskan pada tahun 1917.