Sejak meletusnya
revolusi industri di Inggris pada abad ke-18, beberapa negara di belahan bumi,
termasuk Indonesia, dilanda proses industrialisasi.
Segera setelah Inggris
mengalami perubahan struktur masyarakat secara besar-besaran dari masyarakat
pertanian yang sederhana menjadi masyarakat industri yang sangat kompleks,
negara-negara di kawasan Eropa, Rusia, Amerika Serikat, Jepang, dan
negara-negara lainnya menyusul dalam penggalakan industrialisasi. Proses
industrialisasi tersebut dilaksanakan sebagai konsekuenasi dari program
pembangunan yang dilaksanakan dalam rangka mencapai tingkat kesejahteraan
masyarakat sesuai dengan yang diharapkan.
Pada dasarnya
industrialisasi merupakan suatu proses yang ditandai dengan peristiwa
pergeseran tenaga kerja dan proses pergeseran produksi. Pergeseran tenaga kerja
terjadi karena sebelum terjadi revolusi industri kegiatan produksi dilaksanakan
dengan menggunakan tenaga otot, baik manusia maupun hewan sehingga proses
produksi akan memakan waktu yang relatif lama. Sedangkan pergeseran produksi
terjadi terjadi dari kegiatan produksi primer seperti mengolah lahan pertanian,
menangkap ikan, pertambangan yang menggunakan tenaga manusia, menjadi kegiatan
produksi sekunder yang lebih mengutamakan penggunaan tenaga mesin berteknologi
tinggi.
Proses
industrialisasi yang semula bergerak dalam bidang perekonomian, lambat laun
membawa akses yang sangat luas, baik yang bersifat positif maupun yang bersifat
negatif. Sedangkan pergeseran produksi terjadi terjadi dari kegiatan produksi
primer seperti mengolah lahan pertanian, menangkap ikan, pertambangan yang
menggunakan tenaga manusia, menjadi kegiatan produksi sekunder yang lebih
mengutamakan penggunaan tenaga mesin berteknologi tinggi.
Proses
industrialisasi yang semula bergerak dalam bidang perekonomian, lambat laun
membawa akses yang sangat luas, baik yang bersifat positif maupun yang bersifat
negatif. Dampak positif dari proses industrialisasi di antaranya adalah
tersedianya barang-barang yang berkualitas dalam jumlah yang cukup banyak.
Keadaan seperti ini telah mempermudah kehidupan umat manusia.
Adapun beberapa
dampak negatif yang ditimbulkan dari proses industrialisasi antara lain adalah:
(1) terbengkalainya lahan pertanian di pedesaan karena para petani lebih
memilih kerja di lapangan industri yang dianggap lebih menjanjikan,
(2) meningkatnya arus urbanisasi sehingga mengakibatkan terjadinya penumpukan
tenaga kerja di kota,
(3) meningkatnya jumlah pengangguran yang disebabkan karena para pemuda tidak
lagi tertarik untuk bekerja pada sektor pertanian, sedangkan sektor
perindustrian tidak mampu menyerap seluruh tenaga kerja yang tersedia,
(4) meningkatnya tindak kejahatan sebagai akibat dari meningkatnya jumlah
pengangguran, dan lain sebagainya.
Proses
industrialisasi telah mendorong terjadinya perubahan yang bersifat vertikal
dalam kehidupan bermasyarakat. Hiruk-pikuk proses perindustrian telah
menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga masyarakat semakin meninggalkan
sistem nilai dan sistem norma yang bersifat radisional, digantikan dengan
sistem nilai dan sistem norma sebagaimana yang dianut dalam paham liberal
kapitalis.
Pada era
industrialisasi, masyarakat akan memberikan penghargaan dan penghormatan yang
tinggi terhadap siapa saja yang memiliki modal dan siapa saja yang mampu
menciptakan lapangan pekerjaan. Dengan demikian, faktor kualitas pribadi yang
dimiliki oleh seseorang dipandang lebih bernilai dibandingkan dengan
faktor-faktor yang bersifat keturunan.
Berbeda dengan
tradisi feodalisme, sistem pelapisan sosial yang terdapat pada masyarakat
industri bersifat terbuka. Siapapun orangnya yang memiliki modal dan memiliki
kualitas pribadi yang handal akan menempati posisi yang sangat tinggi selaras
dengan penghargaan dan penghormatan oleh masyarakat yang ada di lingkungannya.
Kondisi seperti itu akan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi
siapapun yang berkeinginan untuk melakukan mobilitas sosial dalam rangka
memperjuangkan kualitas kehidupannya.
Struktur sosial dalam masyarakat industri lebih dominan didasarkan atas
kriteria ekonomi. Artinya, ukuran kekayaan menjadi pertimbangan utama dalam
menempatkan status seseorang sesuai dengan kelasnya. Semakin banyak kekayaan
yang dimiliki seseorang akan semakin meningkatkan status sosialnya.
Atas dasar ukuran ekonomi seperti itu, sistem pelapisan sosial dalam
masyarakat industri terdiri dari tiga komponen, yaitu:
(1) kelompok masyarakat kelas atas (upper class),
(2) kelompok masyarakat kelas menengah (middle class), dan
(3) kelompok masyarakat kelas bawah (lower class).
Kaum profesional
menempati strata yang cukup tinggi dalam sistem pelapisan sosial berdasarkan
kriteria mata pencaharian. Ukuran-ukuran kekayaan tersebut mendorong masyarakat untuk memberikan penilaian
terhadap tinggi rendahnya kekayaan yang dapat dihasilkan oleh mata pencaharian
tertentu.
Akibatnya,
masyarakat memberikan penghormatan dan penghargaan yang tinggi terhadap siapa
saja yang berhasil mencapai pekerjaan yang dianggap banyak mendatangkan
kekayaan. Sebaliknya, masyarakat memandang remeh terhadap pekerjaan yang tidak
banyak menghasilkan rejeki.
Atas dasar
ukuran-ukuran prestise tersebut, terbentuklah pelapisan sosial berdasarkan mata
pencaharian, sebagai berikut:
1. Kaum Elite, yakni kelompok orang kaya, seperti usahawan dan kelompok
lainnya yang menempati kedudukan yang sangat tinggi.
2. Kaum Profesional, yakni kelompok orang yang memiliki kemampuan tertentu
berdasarkan disiplin akademis yang diperoleh melalui jalur pendidikan tinggi.
3. Kaum Semi-profesional, yakni para pekerja di kantor-kantor, perdagangan,
perusahaan tetapi kurang didukung oleh latar belakang akademis yang memadai
dari pendidikan tinggi.
4. Tenaga Terampil, yakni kelompok orang yang memiliki keterampilan dalam
bidang teknik dan mekanik seperti sopir, pekerja pabrik, pemangkas rambut, dan
lain sebagainya.
5. Tenaga Tidak Terlatih, yakni kelompok orang yang tidak memiliki kemampuan
tertentu sehingga memilih bekerja sebagai tukang kebun, pemulung, pembantu
rumah tangga, dan lain sebagainya.