Pola-pola yang
dikembangkan oleh kaum kolonialis dan kaum imperialis di Indonesia telah
membuat terciptanya struktur masyarakat baru, yang terdiri dari:
1. Lapisan masyarakat kelas 1
Terdiri dari
orang-orang Belanda ditambah dengan kaum bangsawan dan kaum kuli kenceng yang
telah naik statusnya menjadi kaum priyayi, setingkat dengan kaum bangsawan.
2. Lapisan masyarakat kelas 2
Terdiri dari
orang-orang Tionghoa yang meraih sukses dalam menjalankan kegiatan perdagangan
di Indonesia.
3. Lapisan masyarakat kelas 3
Terdiri dari
orang-orang pribumi (penduduk asli Indonesia).
Lapisan masyarakat
kelas 1 dan kelas 2 merupakan minoritas tetapi memiliki fungsi
Lapisan masyarakat
kelas 1 dan kelas 2 merupakan minoritas tetapi memiliki fungsi dan peran yang
sangat dominan dalam berbagai bidang kehidupan, baik politik, ekonomi, sosial,
maupun kebudayaan. Sedangkan lapisan masyarakat kelas 3 merupakan mayoritas,
namun berposisi sebagai kelompok yang tertindas yang tidak mampu berbuat banyak
terhadap lapisan masyarakat kelas 1 dan kelas 2 yang menginjak-injak harkat dan
martabat kemanusiaannya. Dalam sistem pelapisan sosial tersebut, Belanda
mengembangkan tradisi hubungan kawulo-gusti.
Rakyat jelata harus
memberikan penghormatan dan penghargaan yang setinggi-tingginya terhadap
orang-orang Belanda, para bangsawan dan para priyayi, termasuk terhadap
orang-orang Cina. Hubungan kawulo-gusti tersebut sengaja diciptakan dalam
rangka pelaksanaan politik pecah belah dan kuasai (devide et impera). Dengan
cara seperti itulah sistem kolonialisme dan sistem imperialisme yang diterapkan
oleh Belanda mampu bertahan lama di Indonesia.