Bentuk Perjuangan Pergerakan Nasional Masa Radikal dan Masa Moderat

Sifat kegiatan organisasi Pergerakan Nasional Indonesia dapat digolongkan dalam dua bentuk. Pergerakan yang bersifat radikal dengan taktik nonkooperatif dan bersifat moderat dengan taktik kooperatif. Keduanya mempunyai tujuan sama yaitu mencapai kemerdekaan Indonesia.

a. Masa Radikal

Organisasi pergerakan nasional Indonesia yang menempuh sikap radikal, diwujudkan dalam gerakan nonkooperatif. Selain itu, tidak bersedia bekerja sama dengan pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Faktor-faktor penyebab pergerakan nasional bersifat radikal, antara lain:

1) Timbulnya krisis ekonomi pada tahun 1921 dan krisis perusahaan gula sejak tahun 1918 setelah perang dunia I.
2) Pergantian kepala pemerintahan Hindia Belanda kepada Gubernur Jenderal Fock yang bersifat reaksioner.

Organisasi pergerakan nasional Indonesia pada masa radikal, antara lain dilakukan oleh Sarekat Islam, Perhimpunan Indonesia, Partai Nasional Indonesia, Partai Komunis Indonesia, Partai Indonesia (Partindo), PNI Baru, Persatuan Muslimin Indonesia (Permi), dan Partai Sarikat Islam.

b. Masa Moderat

Organisasi pergerakan nasional Indonesia yang bersifat moderat berdasarkan taktik kooperatif, berpendirian bahwa kemerdekaan ekonomi harus dicapai terlebih dahulu. Di bidang politik organisasi pergerakan ini sementara waktu dapat bekerja sama dengan pemerintah kolonial Hindia Belanda atau bersifat kooperatif. Artinya dalam menghadapi pemerintah kolonial Hindia Belanda organisasi pergerakan yang berhaluan kooperatif harus bersikap agak lunak (moderat).
Faktor-faktor penyebab pergerakan nasional bersifat moderat, antara lain:

1)   Terjadinya krisis ekonomi dunia (Malaise) tahun 1929.
2)   Adanya pembatasan kegiatan berserikat, berkumpul pada organisasi pergerakan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda.
3)   Tokoh pergerakan nasional Indonesia banyak yang ditangkap dan diasingkan.

Organisasi pergerakan nasional Indonesia pada masa moderat, antara lain Partai Indonesia Raya (Parindra), Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo), Gabungan Politik Indonesia (GAPI). Golongan kooperatif ingin mencoba memanfaatkan volksraad untuk kepentingan rakyat. Beberapa partai dan organisasi nasional mempunyai wakil dalam volksraad. Untuk memperkuat kedudukannya dalam volksraad, pada tanggal 27 Januari 1930, Mohammad Husni Thamrin membentuk Fraksi Nasional. Tujuannya ialah menuntut kepada pemerintah kolonial Hindia Belanda agar mengadakan perubahan tata negara (politik) dan penghapusan diskriminasi di berbagai bidang.

Kelumpuhan menyebabkan pergerakan nasional ini lumpuh. Akibat politik penindasan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Hal tersebut menumbuhkan “Petisi Sutarjo” (anggota volksraad, bernama Sutarjo Kartohadikusumo) pada bulan Juli 1936. Petisi (usul) itu ditandatangani oleh Sutarjo Kartohadikusumo, I.J. Kasimo, Dr. Ratulangi, Datuk Tumenggung, Kho Kwatt Tiong, dan Alatas.

Isi Petisi Sutarjo, pada intinya menghimbau agar pemerintah Kerajaan Belanda selambat-lambatnya dalam waktu sepuluh tahun memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia dalam lingkungan Kerajaan Belanda. Jadi, statusnya sebagai negara dominian. 

Petisi Sutarjo telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan anggota volksraad. Karena sebagian besar anggota menghendaki kemerdekaan penuh. Petisi Sutarjo diterima volksraad tahun 1936 itu juga, tetapi tuntutannya ditolak. Penolakan tersebut mendorong partai-partai politik yang ada di Indonesia meningkatkan persatuan dan kesatuan pada bulan Maret 1939. Dengan mendirikan Gabungan Politik Indonesia (GAPI). GAPI juga mempunyai tuntutan, agar di Indonesia dibentuk parlemen sejati.