Menurut
Koentjaraningrat (1986) unsur-unsur dari kepribadian meliputi: pengetahuan,
perasaan dan dorongan hati.
a. Pengetahuan
Pengetahuan
sebagai salah satu unsur kepribadian memiliki aspek-aspek sebagai berikut:
penggambaran, apersepsi, pengamatan, konsep, dan fantasi yang berada di alam
sadar manusia. Walaupun demikian, diakui bahwa banyak pengetahuan atau bagian
dari seluruh himpunan pengetahuan yang ditimbun oleh seorang individu selama
hidupnya itu, seringkali hilang dari alam akalnya yang sadar, atau dalam
"kesadarannya," karena berbagai macam sebab.
Walaupun
demikian perlu diperhatikan bahwa unsur-unsur pengetahuan tadi sebenarnya tidak
hilang lenyap begitu saja, melainkan hanya terdesak masuk saja ke dalam bagian
dari jiwa manusia yang dalam ilmu psikologi disebut alam
"bawah-sadar" (sub-conscious). Pengetahuan individu di alam
bawah sadar larut dan terpecah-pecah menjadi bagian-bagian yang seringkali
tercampur satu sama lain dengan tidak teratur.
Proses itu
terjadi karena tidak ada lagi akal sadar dari individu bersangkutan yang
menyusun dan menatanya dengan rapi walaupun terdesak ke alam bawah sadar, namun
kadang-kadang bagian-bagian pengetahuan tadi mungkin muncul lagi di alam
kesadaran dari jiwa individu tersebut. Unsur-unsur yang mengisi akal dan alam
jiwa seorang manusia yang sadar, secara nyata terkandung dalam otaknya.
Ada bermacam-macam
hal yang dialami melalui penerimaan pancainderanya serta alat penerima atau
reseptor organismanya yang lain, sebagai getaran eter (cahaya dan warna),
getaran akustik (suara), bau, rasa, sentuhan, tekanan mekanikal (berat-ringan),
tekanan termikal (panas-dingin) dan sebagainya, yang masuk ke dalam sel-sel
tertentu di bagian-bagian tertentu dari otaknya.
Di sana
berbagai macam proses fisik, fisiologi, dan psikologi terjadi, yang menyebabkan
berbagai macam getaran dan tekanan tadi diolah menjadi suatu susunan yang
dipancarkan atau diproyeksikan oleh individu tersebut menjadi suatu
penggambaran tentang lingkungan tadi. Seluruh proses akal manusia yang sadar (conscious)
tadi, dalam ilmu psikologi disebut "persepsi."
Penggambaran
tentang lingkungan tersebut di atas berbeda dengan misalnya sebuah gambar foto
yang secara lengkap memuat semua unsur dari lingkungan yang terkena cahaya
sehingga ditangkap oleh film melalui lensa kamera. Penggambaran oleh akal
manusia hanya mengandung bagian-bagian khusus yang mendapat perhatian dari akal
si individu, sehingga merupakan, suatu penggambaran yang terfokus pada
bagian-bagian khusus tadi.
Apabila
individu tadi menutup matanya, maka akan terbayang dalam kesadarannya
penggambaran yang berfokus dari alam lingkungan yang baru saja dilihatnya.
Bilamana penggambaran tentang lingkungan dengan fokus kepada bagian-bagian yang
paling menarik perhatian seorang individu, diolah dalam akalnya dengan
menghubungkan penggambaran tadi dengan berbagai penggambaran lain sejenis yang
pemah diterima dan diproyeksikan oleh akalnya dalam masa yang lalu, yang timbul
kembali sebagai kenangan atau penggambaran lama dalam kesadarannya.
Penggambaran
baru dengan pengertian baru seperti itu, dalam ilmu psikologi disebut
apersepsi. Ada kalanya suatu persepsi, setelah diproyeksikan kembali oleh
individu, menjadi suatu penggambaran berfokus tentang lingkungan yang
mengandung bagian-bagian yang menyebabkan individu tertarik dan lebih intensif
memusatkan akalnya terhadap bagian-bagian khusus tadi. Penggambaran yang lebih
intensif terfokus, yang terjadi karena pemusatan akal yang lebih intensif tadi,
dalam ilmu psikologi disebut "pengamatan."
Konsep adalah
penggambaran abstrak tentang bagian-bagian dari berbagai penggambaran lain yang
sejenis, berdasarkan azas-azas tertentu secara konsisten. Dengan proses akal
itu individu mempunyai suatu kemampuan untuk membentuk suatu penggambaran baru
yang abstrak yang sebenarnya dalam kenyataan tidak serupa dengan salah satu
dari berbagai macam penggambaran yang menjadi bahan konkret dari penggambaran
baru itu.
Fantasi adalah
penggambaran tentang lingkungan individu yang ditambah-tambah dan
dibesar-besarkan, dan ada yang dikurangi serta dikecil-kecilkan pada
bagian-bagian tertentu; ada pula yang digabung-gabungkan dengan
penggambaran-penggambaran lain, menjadi penggambaran yang baru sama sekali,
yang sebenarnya tidak akan pernah ada dalam kenyataan. Contoh menggambarkan
ayam bertanduk, atau anjing yang bisa berbicara dan sebagainya.
Kemampuan akal
manusia untuk membentuk konsep, serta kemampuannya untuk berfantasi, sudah
tentu sangat penting bagi makhluk manusia. Ini disebabkan karena tanpa
kemampuan akal untuk membentuk konsep dan penggambaran fantasi, teru-tama
konsep dan fantasi yang mempunyai nilai guna dan keindahan, artinya kemampuan
akal yang kreatif, maka manusia tidak akan dapat mengembangkan citacita serta
gagasan-gagasan ideal; manusia tidak akan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan,
dan manusia tidak akan dapat mengkreasikan karya-karya keseniannya.
b. Perasaan
Koentjaraningrat
(1986) menyatakan bahwa perasaan adalah suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang
karena pengaruh pengetahuannya dinilainya sebagai keadaan positif atau negatif.
Suatu perasaan yang selalu bersifat subyektif karena adanya unsur penilaian,
yang biasanya menimbulkan suatu kehendak dalam kesadaran seorang individu.
Kehendak itu
bisa juga positif, artinya individu tersebut ingin mendapatkan hal yang
dirasakannya sebagai suatu hal yang akan memberikan kenikmatan kepadanya, atau
bisa juga negatif, artinya ia hendak menghindari hal yang dirasakannya sebagai
hal yang akan membawa perasaan tidak nikmat kepadanya. Alam kesadaran manusia
juga mengandung berbagai macam perasaan.
Kalau orang
pada suatu hari yang luar biasa panasnya melihat papan gambar reklame minuman
es kelapa muda berwarna merah muda yang tampak segar dan nikmat, maka persepsi
itu menyebabkan seolah-olah terbayang di mukanya suatu penggambaran segelas es
kelapa muda yang dingin, manis, dan menyegarkan pada waktu hari sedang
panas-panasnya, yang seakan-akan demikian realistiknya sehingga keluarlah air
liurnya.
Apersepsi
seorang individu yang menggambarkan diri sendiri sedang menikmati segelas es
kelapa muda tadi menimbulkan dalam kesadarannya suatu "perasaan" yang
positif, yaitu perasaan nikmat, dan perasaan nikmat itu sampai nyata
mengeluarkan air liur. Sebaliknya, kita dapat juga menggambarkan adanya seorang
individu yang melihat sesuatu hal yang buruk atau mendengar suara yang tidak
menyenangkan, mencium bau busuk dan sebagainya.
Dugaan-dugaan
atau persepsi seperti itu dapat menimbulkan kesadaran akan perasaan yang
negatif, karena dalam kesadaran terkenang lagi misalnya bagaimana kita menjadi
muak karena sepotong ikan yang sudah busuk yang kita alami di masa yang lampau.
Apersepsi tersebut mungkin dapat menyebabkan kita menjadi benar-benar merasa
muak apabila kita mencium lagi bau ikan busuk.
Suatu perasaan
bisa berwujud menjadi kehendak, suatu kehendak juga dapat menjadi sangat keras,
dan hal itu sering terjadi apabila hal yang dikehendaki itu tidak mudah
diperoleh, atau sebaliknya. Suatu kehendak yang kuat/keras disebut dengan
keinginan. Suatu keinginan juga bisa menjadi sangat besar, dan bila hal ini
terjadi maka disebut dengan emosi.
c. Dorongan Naluri
Kesadaran
manusia menurut para ahli psikologi juga mengandung berbagai perasaan lain yang
tidak ditimbulkan karena pengaruh pengetahuannya, melainkan karena sudah
terkandung dalam organismanya, dan khususnya dalam gen-nya (dirinya) sebagai
naluri. Kemauan yang sudah merupakan naluri pada tiap makhluk manusia tersebut,
disebut dorongan (drive).
Naluri yang
terkandung dalam diri manusia sangat beragam (Koentjaraningrat, 1986), beberapa
ahli memiliki perbedaan, namun mereka sepakat bahwa ada paling sedikit tujuh
macam dorongan naluri, yaitu:
1) dorongan untuk
mempertahankan hidup. Dorongan ini memang merupakan suatu kekuatan biologi yang
juga ada pada semua makhluk di dunia ini dan yang menyebabkan bahwa semua jenis
makhluk mampu mempertahankan hidupnya di muka bumi ini;
2) dorongan sex.
Dorongan ini malahan telah menarik perhatian banyak ahli psikologi, dan
berbagai teori telah dikembangkan sekitar soal ini. Suatu hal yang jelas adalah
bahwa dorongan ini timbul pada tiap individu yang normal tanpa terkena pengaruh
pengetahuan, dan memang dorongan ini mempunyai landasan biologi yang mendorong
makhluk manusia untuk membentuk keturunan yang melanjutkan jenisnya
(regenerasi);
3) dorongan untuk
usaha mencari makan. Dorongan ini tidak perlu dipelajari, dan sejak bayi pun
manusia sudah menunjukkan dorongan untuk mencari makan, yaitu dengan mencari
susu ibunya atau botol susunya, tanpa dipengaruhi oleh pengetahuan tentang
adanya hal-hal itu tadi;
4) dorongan untuk
bergaul atau berinteraksi dengan sesama manusia. Dorongan ini memang merupakan
landasan biologi dari kehidupan masyarakat manusia sebagai makhluk kolektif;
5) dorongan untuk
meniru tingkah-laku sesamanya. Dorongan ini merupakan sumber dari adanya
beraneka warna kebudayaan di antara manusia, karena adanya dorongan ini manusia
mengembangkan adat yang memaksanya berbuat konform dengan manusia sekitarnya;
6) dorongan untuk
berbakti. Dorongan ini mungkin ada dalam naluri manusia, karena manusia
merupakan makhluk, yang hidup kolektif, sehingga untuk dapat hidup bersama
dengan manusia lain secara serasi ia perlu mempunyai suatu landasan biologi
untuk mengem bangkan rasa altruistik, rasa simpati, rasa cinta dan sebagainya,
yang memungkinkannya hidup bersama itu. Kalau dorongan untuk berbagai hal itu
diekstensikan dari sesama manusianya kepada kekuatan-kekuatan yang oleh
perasaanya dianggap berada di luar akalnya, maka akan timbul religi; dan
7) dorongan akan
keindahan, dalam arti keindahan bentuk, warna, suara, atau gerak. Pada seorang
bayi dorongan ini sudah sering tampak pada gejala tertariknya seorang bayi
kepada bentuk-bentuk tertentu dari benda-benda di sekitamya, kepada warna-warna
cerah, kepada suara nyaring dan berirama, dan kepada gerak-gerak yang selaras.