Pada dasarnya, di
mata Tuhan semua manusia memiliki derajat dan martabat yang sama. Namun
manusialah yang membuat standar-standar penghormatan dan penghargaan tertentu
sehingga terbentuk lapisan-lapisan sosial dalam kehidupan masyarakat.
Terbentuknya
lapisan-lapisan sosial tersebut membawa konsekuensi pada berkembangnya anggapan
tentang adanya lapisan sosial yang dipandang lebih tinggi, lapisan sosial yang
dipandang berada dalam posisi menengah, dan lapisan sosial yang dipandang lebih
rendah dari lapisan-lapisan sosial lainnya.
Tinggi rendahnya
seseorang dalam sebuah sistem pelapisan sosial tergantung pada status sosial
yang dimiliki. Status sosial yang disandang oleh seseorang diperoleh
berdasarkan penilaian dan pengakuan dari masyarakat yang ada di lingkungan
sekitarnya. Dalam hubungan ini, sosiolog Talcott Parsons menyebutkan adanya
lima kriteria yang dapat dijadikan dasar untuk menentukan tinggi rendahnya
status sosial seseorang, yakni:
(1) kelahiran,
seperti: ras, jenis kelamin, kebangsawanan, dan sebagainya,
(2) kualitas atau
mutu pribadi, seperti: kecerdasan, kebijaksanaan, kekuatan, keterampilan, dan
sebagainya,
(3) prestasi, yakni
karir seseorang dalam bidang pendidikan, jabatan, usaha, dan lain sebagainya,
(4) kepemilikan
atau kekayaan, yakni pencapaian seseorang dalam mengumpulkan harta kekayaan,
dan
(5) kekuasaan dan
wewenang, yakni besar kecilnya kemampuan seseorang dalam mempengaruhi orang
lain.
Seperti yang telah
dibahas di kelas dua, bahwa sistem pelapisan sosial ada yang bersifat tertutup
dan ada pula yang bersifat terbuka. Sistem pelapisan sosial yang bersifat
terbuka akan membuka celah bagi proses perubahan. Perubahan-perubahan lapisan
sosial tersebut disebabkan oleh adanya perubahan orientasi sistem nilai dalam
kehidupan masyarakat.
Bagi bangsa
Indonesia, setidaknya terdapat dua indikator utama yang menyebabkan terjadinya
perubahan dalam sistem pelapisan sosial, yakni:
(1) sistem kolonialisme dan imperialisme yang menginjak-injak kemerdekaan dan
kedaulatan bangsa, baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik, maupun
kebudayaan, dan
(2) industrialisasi yang dilaksanakan sebagai suatu upaya dalam menggalakkan
pembangunan di tanah air. Dua indikator utama tersebut sedikit banyak telah
merubah sistem nilai dan sistem norma dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat
yang pada gilirannya telah memunculkan sistem pelapisan sosial yang baru yang
berbeda sama sekali dengan sistem pelapisan sosial yang ada sebelumnya.
Bangsa Indonesia
patut bersyukur karena telah dianugrahi berbagai kelebihan, seperti: kekayaan
sumber daya alam (SDA) yang melimpah ruah, posisinya yang sangat strategis,
yakni berada pada jalur persimpangan dunia, dan lain sebagainya. Beberapa
kelebihan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia tersebut telah menarik perhatian
negara-negara di dunia sejak ratusan tahun yang lalu hingga sekarang. Akibatnya,
selama ratusan tahun kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Indonesia untuk mengatur
negerinya sendiri diinjak-injak oleh kaum kolonialis dan kaum imperialis yang
serakah.
Kaum kolonialis dan
kaum imperialis dari Portugis, Spanyol, Inggris, Belanda, dan Jepang pernah
merampas kemerdekaan kekayaan sumber daya alam (SDA) yang melimpah ruah,
posisinya yang sangat strategis, yakni berada pada jalur persimpangan dunia,
dan lain sebagainya. Beberapa kelebihan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia
tersebut telah menarik perhatian negara-negara di dunia sejak ratusan tahun
yang lalu hingga sekarang. Akibatnya, selama ratusan tahun kemerdekaan dan
kedaulatan bangsa Indonesia untuk mengatur negerinya sendiri diinjak-injak oleh
kaum kolonialis dan kaum imperialis yang serakah. Kaum kolonialis dan kaum imperialis
dari Portugis, Spanyol, Inggris, Belanda, dan Jepang pernah merampas
kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Indonesia. Dari sekian banyak negara yang
pernah menginjakkan kaki dan menjajah bangsa Indonesia tersebut, bangsa
Belandalah yang paling lama, yakni sekitar 350 tahun.
Kaum kolonialis dan
kaum imperialis telah menguasai seluruh bidang kehidupan bangsa Indonesia,
terutama bidang politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan. Bahkan, untuk
mempertahankan kekuasaannya, kaum kolonialis dan kaum imperialis telah
memciptakan suasana sedemikian rupa sehingga bangsa Indonesia menjadi bangsa
yang bodoh, miskin, dan rendah diri. Kaum kolonialis dan kaum imperialis tidak
memberikan kesempatan kepada bangsa Indonesia untuk memperoleh pendidikan,
jaminan kesehatan dan jaminan sosial terhadap bangsa Indonesia sangat rendah.
Disamping itu kaum kolonialis dan kaum imperialis juga menerapkan
rasdiskriminasi terhadap bangsa Indonesia pada semua aspek kehidupan. Berbagai
macam perlakuan yang tidak manusiawi tersebut telah menyadarkan bangsa
Indonesia, bahwa kolonialisme dan imperialismep merupakan momok yang harus
dilenyapkan dari muka bumi.
Kolonialisme dan
imperialisme telah meninggalkan bekas yang sangat dalam bagi kehidupan bangsa
Indonesia. Bangsa Indonesia telah ditempatkan sebagai bangsa kuli atau budak
yang harus memberikan penghormatan yang setinggi-tingginya terhadap kaum kolonialis
dan kaum imperialis. Adanya perubahan-perubahan dalam struktur sosial bangsa
Indonesia selama masa kolonialisme dan imperialisme dijelaskan oleh sosiolog
M.A. Jaspan dalam bukunya yang berjudul Social Stratification and Social
Mobility in Indonesia.
M.A. Jaspan
mengatakan bahwa selama masa kolonialisme dan imperialisme, struktur sosial
masyarakat Indonesia yang semula terdiri dari para kuli kenceng, kuli gundul,
kuli karang kopek, dan indung tlosor telah mengalami perubahan, sebagai
berikut. Para kuli kenceng berkembang menjadi kaum kulak yang kaya raya karena
menguasai lahan pertanahan di pedesaan. Dengan kekayaan seperti itu kaum kulak
mampu memperkerjakan kuli gundul dan kuli karang kopek untuk mengerjakan
tanahnya dengan sistem bagi hasil.
Dalam keadaan seperti itu, lambat laun kaum kulak dapat menyaingi para bekel atau lurah yang merupakan penguasa tertinggi di desa. Bahkan, dalam perkembangan berikutnya, kaum kuli kenceng yang telah berkembang menjadi kaum kulak tersebut menjadi golongan priyayi yang mendapat penghormatan dan penghargaan yang sangat tinggi dalam pandangan masyarakat Jawa pada saat itu.
Dalam keadaan seperti itu, lambat laun kaum kulak dapat menyaingi para bekel atau lurah yang merupakan penguasa tertinggi di desa. Bahkan, dalam perkembangan berikutnya, kaum kuli kenceng yang telah berkembang menjadi kaum kulak tersebut menjadi golongan priyayi yang mendapat penghormatan dan penghargaan yang sangat tinggi dalam pandangan masyarakat Jawa pada saat itu.