Bangsa Indonesia
telah melewati dinamika yang luar biasa. Dinamika tersebut terlihat dalam
catatan sejarah, yakni:
(1) sejak kedatangan nenek moyang dari Yunan (Dataran Cina Selatan),
(2) datangnya pengaruh Hindu-Budha dari India,
(3) datangnya pengaruh Islam yang dibawa oleh para pedagang dari Arab,
Persia, dan Gujarat,
(4) datangnya kaum kolonialis dan imperialis yang membelenggu kehidupan
bangsa Indonesia,
(5) pendobrakan bangsa Indonesia terhadap kekuatan kolonialis dan imperialis
yang dilanjutkan dengan penegakan negara kesatuan Republik Indonesia yang
merdeka dan berdaulat, dan
(6) adanya isu-isu baru yang berkaitan dengan demokratisasi, isu-isu
penegakan HAM, isu-isu yang berhubungan dengan sekularisasi, efisiensi,
industrialisasi, dan lain sebagainya yang mewarnai peri kehidupan bangsa
Indonesia.
Sebagaimana
bangsa-bangsa lain di dunia, bangsa Indonesia telah dan sedang menggalakkan
pembangunan masyarakat ke arah modernisasi. Modernisasi yang dilaksanakan oleh
bangsa Indonesia bertujuan untuk membentuk masyarakat yang adil dan makmur.
Untuk itulah
disusun tahapan-tahapan pembangunan secara sistematis, baik yang bersifat
jangka pendek maupun yang bersifat jangka panjang. Pembangunan yang
dilaksanakan oleh bangsa Indonesia pada hakikatnya bertujuan untuk meningkatkan
taraf kehidupan, kesejahteraan, keadilan, pemerataan, perdamaian, dan keamanan
nasional. Pembangunan juga mengemban misi perubahan sosial sehubungan dengan
adanya usaha untuk mengubah sikap mental masyarakat Indonesia dari hal-hal yang
bersifat tradisional menuju masyarakat yang bersifat modern.
Sehubungan dengan
lambannya proses pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia,
Koentjaraningrat menyatakan adanya beberapa mentalitas negatif yang ada pada
diri bangsa Indonesia sebagai akibat dari kekejaman kolonialis Belanda.
Mentalitas negatif yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Mentalitas yang lebih berorientasi pada jumlah (kuantitas) daripada mutu
(kualitas). Sifat tersebut menyebabkan berbagai barang yang diproduksi oleh
bangsa Indonesia terkesan asal jadi dan tidak memuaskan.
2. Mentalitas yang suka menghalalkan berbagai cara demi tercapainya maksud
dan tujuan yang diinginkan. Mentalitas tersebut telah menyebabkan bangsa
Indonesia terbiasa untuk mengambil jalan pintas dan tidak wajar dalam mengejar
kekuasaan dan wewenang. Mentalitas tersebut juga menyebabkan sering terjadinya
penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang dalam kehidupan politik bangsa Indonesia.
3. Mentalitas rendah diri sehingga bangsa Indonesia menjadi bangsa yang
tidak percaya terhadap kemampuan yang dimiliki. Akibat mentalitas tersebut,
bangsa Indonesia menjadi bangsa yang tidak menghargai hasil karya maupun
kebudayaan sendiri dan cenderung menghargai hasil karya dan kebudayaan asing
yang dianggap lebih hebat dan lebih modern. Padahal, untuk memajukan
perekonomian bangsa Indonesia harus lebih mencintai barang-barang produksi
dalam negeri.
4. Mentalitas yang tidak disiplin sehingga proses pembangunan tidak dapat
dilaksanakan dengan sempurna. Beberapa contoh mentalitas yang tidak disiplin
tersebut antara lain adalah penggunaan waktu yang sering tidak tepat,
penggunaan tenaga maupun biaya yang tidak efisien dan tidak efektif.
5. Mentalitas suka mengabaikan tanggung jawab. Mentalitas yang sering
mengabaikan tanggung jawab tersebut telah memperlamban proses pembangunan
karena berlawanan dengan nilai-nilai profesionalitas. Tanggung jawab dan
profesionalisme merupakan faktor penting yang menopang pelaksanaan pembangunan.
Selain beberapa
mentalitas negatif di atas, terdapat beberapa faktor lain yang berpengaruh
terhadap keterbelakangan bangsa Indonesia, yakni pertumbuhan penduduk yang
sangat pesat, tradisi yang berorientasi pada rasa kepantasan dan kepatutan,
gejolak politik, dan kondisi sosial kultural.
a. Pertumbuhan penduduk yang sangat pesat
Laju ekonomi yang
dicapai oleh bangsa Indionesia tidak mampu mengimbangi pertumbuhan penduduk
yang sangat pesat. Sesungguhnya, jumlah penduduk yang besar jika diimbangi
dengan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas merupakan potensi
tersendiri bagi proses pembangunan. Namun demikian, krisis moneter yang telah
memicu berkembangnya krisis multidimensional dalam kehidupan bangsa Indonesia
telah menyebabkan tersendatnya upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Akibatnya, pendapatan ekonomi bangsa Indonesia mengalami stagnasi. Keadaan
seperti ini telah menyebabkan bangsa Indonesia semakin tertinggal dibandingkan
dengan bangsa lain di dunia.
b. Tradisi yang berorientasi pada rasa
kepantasan dan kepatutan
Bangsa Indonesia
mewarisi suatu tardisi yang dalam istilah Jawa dikenal dengan ewuh pakewuh.
Tradisi serupa ini telah mewarnai hubungan antarmanusia dan hubungan kerja sama
yang diwarnai oleh adat kebiasaan yang berorientasi pada nilai kepantasan dan
nilai kepatutan. Tradisi seperti ini berseberangan dengan semangat rasionalitas
dan semangat objektivitas yang sangat diperlukan dalam proses pembangunan. Disamping
itu, tradisi yang diorientasikan pada nilai kepantasan dan nilai kepatutan juga
berseberangan dengan efisiensi dan efektivitas yang menjadi faktor penting
dalam proses pembangunan.
c. Gejolak politik
Sejak proklamasi
kemerdekaan, kehidupan politik bangsa Indonesia sering diwarnai oleh gejolak
politik. Pada awal kemerdekaan bangsa Indonesia sudah harus berhadapan dengan
berbagai ancaman dan tantangan dari kekuatan asing, terutama Belanda. Disamping
itu bangsa Indonesia juga harus menghadapi pemberontakan yang terjadi di
berbagai wilayah di tanah air, di antaranya adalah: (1) peristiwa PKI Madiun,
gerakan DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Utara, Jawa Tengah, dan Aceh, (3)
gerakan separatis Republik Maluku Selatan, pemberontakan Andi Azis, dan sebagainya.
Pada tahun 1965
tragedi nasional telah melanda kehidupan politik bangsa Indonesia. Gerakan 30
September, atau G30S/PKI telah melakukan upaya kudeta terhadap pemerintahan
yang sah. Peristiwa G30S/PKI tersebut telah memberikan luka yang sangat mendalam
dalam kehidupan politik bangsa Indonesia.
Peristiwa G30S/PKI
tersebut sekaligus pertanda bagi proses suksesi kepemimpinan nasional. Orde
Lama digantikan dengan Orde Baru yang berusaha meletakkan dasar-dasar kehidupan
politik bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Semangat Orde
Baru adalah semangat untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen. Boleh dikatakan, pembangunan masyarakat Indonesia baru dapat
dilaksanakan pada masa pemerintahan Orde Baru, yakni pada tahun 1969 dengan
Rencana Pembangunan
Lima Tahun
(Repelita)-nya.
Pada bulan Mei 1998
gejolak politik kembali menggejala dalam kehidupan politik bangsa Indonesia.
Berbagai lapisan rakyat melakukan aksi demonstrasi menuntut penyelenggaraan
pemerintah yang bersih dari unsur-unsur korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Demonstrasi tersebut berhasil mendesak Presiden Soeharto untuk lengser. Untuk
kemudian secara berturut-turut presiden republik Indonesia dipegang oleh Prof.
Dr. Eng. B.J. Habibie, K.H. Abdurrahman Wahid, Megawati dan sekarang Susilo
Bambang Yudhoyono.
Tetapi, pergantian
kepemimpinan belum berarti menghilangkan gejolak politik di tanah Pada bulan
Mei 1998 gejolak politik kembali menggejala dalam kehidupan politik bangsa
Indonesia. Berbagai lapisan rakyat melakukan aksi demonstrasi menuntut
penyelenggaraan pemerintah yang bersih dari unsur-unsur korupsi, kolusi, dan
nepotisme.
Demonstrasi
tersebut berhasil mendesak Presiden Soeharto untuk lengser. Untuk kemudian
secara berturut-turut presiden republik Indonesia dipegang oleh Prof. Dr. Eng.
B.J. Habibie, K.H. Abdurrahman Wahid, Megawati dan sekarang Susilo Bambang
Yudhoyono. Tetapi, pergantian kepemimpinan belum berarti menghilangkan gejolak
politik di tanah air. Sebagai negara demokrasi, nilai-nilai demokrasi haruslah
diterapkan dalam segala bidang.
Pada masa
kepemimpinan Orde Baru, nilai-nilai demokrasi belum berhasil diterapkan dengan
baik, tak mengherankan jika selama pemerintahan orde baru bahkan hingga
sekarang berbagai isu seperti demokratisasi, penegakan HAM, dan gerakan
separatisme di berbagai daerah masih menghantui kehidupan politik Indonesia. Di
sisi lain, kehidupan ekonomi masyarakat masih memperlihatkan kesenjangan yang
luar biasa. Keadaan tersebut diperparah lagi dengan isu terorisme yang sengaja
dihembuskan oleh Amerika Serikat. Kondisi-kondisi politik seperti itu telah
menyebabkan tersendat-sendatnya proses pembangunan bangsa Indonesia.