Pengelompokkan
manusia menjadi berbagai macam bentuk perilaku berkelompok tersebut disebabkan
oleh banyak faktor.
Menurut Smelser
(Horton, 1993), faktor determinan dari perilaku kolektif manusia adalah:
1.
kesesuaian
struktural (structural conducivenes), yaitu struktur sosial masyarakat
dapat menjadi faktor penunjang atau penghambat munculnya perilaku berkelompok
manusia, dalam kenyataannya masyarakat tradisional yang sederhana lebih sulit
melahirkan perilaku berkelompok dibandingkan dengan masyarakat modern;
2.
ketegangan
struktural (structural strain), yaitu pencabutan hak dan kekhawatiran
akan hilangnya sesuatu sebagai penyebab timbulnya perilaku berkelompok manusia,
perasaan adanya ketidakadilan mendorong banyak orang untuk melakukan tindakan
ekstrim, kelas sosial bawah, kelompok minoritas tertekan, kelompok yang hasil
jerih payahnya terancam, serta kelompok sosial atas yang khawatir akan
kehilangan hak-hak istimewanya merupakan manusia yang secara struktural
berkemungkinan melahirkan perilaku kolektif;
3.
kemunculan dan
penyebaran suatu pandangan atau ajaran bisa menjadi pemicu munculnya perilaku
kolektif manusia, hal ini dikarenakan sebelum perilaku tersebut muncul manusia
harus memiliki pandangan yang sama mengenai sumber ancaman, jalan keluar, dan cara
pencapain jalan keluar tersebut atas permasalahan hidup yang dihadapinya;
4.
adanya faktor
pemercepat (precipitating factors) yaitu perilaku, ucapan dan gerak yang
menjadi pemicu munculnya perilaku kolektif, contoh: desas-desus dan isyu bisa
menjadi alasan pemercepat munculnya perilaku kolektif, teriakan “polisi
bangsat” “bakar” “habisi” dan sebagainya pada kelompok masyarakat yang sedang
demo bisa menjadi pemercepat gerakan merusak dan melawan serta kerusuhan,
seseorang yang tiba-tiba lari dalam suatu kerumunan bisa menjadi pemicu
timbulnya kericuhan dan kekacauan sosial;
5.
mobilitas tindakan,
perilaku kolektif manusia sering dikoordinir oleh pemimpin kelompok, pemimpin
atau koordinator yang memulai, menyarankan dan mengarahkan suatu kegiatan
kolektif manusia; dan
6.
kontrol sosial
masyarakat, semua perilaku kolektif manusia baik yang merusak maupun yang
membangun pada dasarnya banyak dipengaruhi oleh kinerja dari lembaga kontrol
sosial masyarakat seperti pemimpin, polisi, propaganda, kebijakan pemerintah,
legislatif, yudikatif, dan berbagai lembaga kontrol sosial lain yang ada dalam
masyarakat.
Contoh-contoh dari
pernyataan di atas bisa ditemukan dalam kehidupan kita sehari-hari, kita sering
melihat berbagai peristiwa yang mengarah pada kekacauan sosial berawal dari
hal-hal yang sangat sepele dan dipicu oleh sesuatu yang tidak jelas, bahkan faktor-faktor
tersebut menjadi referensi oleh pihak-pihak tertentu untuk menciptakan terjadi
berbagai macam kerusuhan sosial dengan tujuan tertentu pula.
Oleh karena itu,
kita harus mengerti, cerdas, dan faham atas hal tersebut, jangan sampai kita
dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk kepentingannya sehingga kita bertindak
yang anarkis, seperti pernah terjadi kasus di daerah Probolinggo, Jawa Timur
beberapa tahun yang lalu, tentara yang menyerbu penduduk hanya gara-gara salah
satu dari anggota tentara tersebut kalah bersaing dalam mendapatkan seorang
bunga desa.
Kelompok dalam
kehidupan manusia bisa diklasifikasikan menjadi tiga (3) besar, yaitu yang
paling kecil namanya keluarga, paling besar dan paling ideal namanya negara,
diantara keluarga dan negara ada berbagai macam kelompok atau organisasi, baik
yang formal maupun yang tidak formal, seperti orang-orang yang bergerombol,
kumpul-kumpul, berkelompok di poskamling, arisan, yayasan, Perseroan Terbatas
(PT), organisasi massa (ormas), Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah, partai
politik (parpol), remaja masjid (remas), Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS),
Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), dan
sebagainya.