Dilihat
dari karakteristik sumberdayanya maka sumber air dan segala aspek
pemanfaatannya bersifat sumberdaya milik bersama (common pool resource) dan
polisentris.
Sifat
tersebut sulit membatasi orang untuk memanfaatkannya, biaya pembatasnya
(exclusion cost) menjadi tinggi, pengambilan suatu unit sumberdaya akan
mengurangi kesediaan bagi pihak lain untuk
memanfaatkannya
(substractibility atau rivalry).
Akibatnya
setiap individu berupaya menjadi penumpang bebas (free rider), memanfaatkan
sumberdaya tanpa bersedia berkontribusi terhadap penyediaannya atau
pelestariannya dan rentan terhadap masalah eksploitasi berlebih atau kerusakan
sumberdaya. Hal ini dikenal sebagai tragedy of the commons (Harding, 1968).
Tragedi
ini bisa terjadi jika tidak ada pembatasan, aturan, pemanfaatan sumberdaya
sehingga bersifat akses terbuka (open access). Alokasi sumberdaya milik bersama
dilakukan dengan mengatur, (1) akses terhadap sumberdaya, (2) aturan
pemanfaatannya melalui privatisasi (private property rights) atau kepemilikan
negara (state property rights). Kebijakan ini tidak selalu berhasil dilakukan
pada sumberdaya milik negara, karena pengelola tidak dapat mengatasi:
· biaya transaksi yang
tinggi dalam penegakan aturan atau penjagaan sumberdaya, seperti biaya
pengawasan, personil, dsb, sehingga penumpang bebas (free rider) tidak dapat
dikontrol;
· tindakan oportunis
berupa perburuan rente oleh aparat pengawas lapangan. Oleh sebab itu sistem
irigasi yang bersifat sumberdaya public dan sekaligus polisentrisitas akan
dapat menyelesaikan masalahnya dengan berdialog untuk berkomitmen dan
membangun.