Kebijakan Pengelolaan Irigasi

Pembiayaan pengelolaan jaringan irigasi yang berkesinambungan memerlukan keterpaduan menyeluruh antara investasi jangka pendek untuk kegiatan operasional dan pemeliharaan (OP) dan jangka panjang untuk kegiatan pemeliharaan sistem irigasi.

Karena terbatasnya dana untuk menangani kegiatan OP irigasi, maka pemerintah mencanangkan kebijaksanaan Iuran Pengelolaan Air (IPAIR). Tujuannya adalah untuk mencapai pemulihan biaya secara penuh atas biaya OP jaringan irigasi.

Hal ini merupakan tantangan dan peluang bagi Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dalam memperluas kegiatan usaha ekonominya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan para anggotanya. Untuk meningkatkan kapasitas P3A dalam mengelola jaringan irigasi secara mandiri, diperlukan penyesuaian fungsi kelembagaan P3A.

Secara umum kebijaksanaan pengaturan irigasi yang dikeluarkan pemerintah memuat tentang perlindungan sumber daya air dan pengaturan pemanfaatannya. Kebijaksa-naan pemerintah terbaru dalam pengelolaan air irigasi adalah Inpres No. 3 Tahun 1999 tentang pembaharuan kebijaksanaan pengelolaan irigasi. Kebijaksanaan tersebut memuat lima isi pokok sebagai berikut: 1) Mendefinisi ulang (redefinisi) tugas dan tanggung jawab lembaga pengelola irigasi, 2) Pemberdayaan kelembagaan P3A, 3) Penyerahan Pengelolaan Irigasi (PPI) kepada lembaga P3A, 4) Pembiayaan Operasi dan Pemeliharaan jaringan irigasi melalui IPAIR dan 5) Keberlanjutan sistem irigasi.

Terlaksananya pembaharuan kebijaksanaan pengelolaan irigasi ini sangat bergantung pada upaya pemerintah dalam pemberdayaan P3A, khususnya menyangkut tiga aspek pokok yaitu, 1) pelaksanaan PPI, 2) pelaksanaan IPAIR, dan 3) pembiayaan pengelolaan jaringan irigasi. Dengan dikeluarkannya Inpres tersebut, IPAIR tidak lagi disetor ke Dispenda Kabupaten/Kota, tetapi sepenuhnya dikelola oleh P3A Gabungan

yang wilayah kerjanya meliputi satu saluran sekunder dan P3A gabungan yang wilayah kerjanya meliputi satu saluran primer. Sebagai konsekuensinya, perbaikan dan pemeliharaan saluran primer dan sekunder tidak lagi menjadi tanggung jawab pemerintah. Lebih lanjut ditetapkan bahwa: 1) perbaikan dan pemeliharaan sepanjang saluran primer menjadi tanggung jawab P3A Gabungan, 2) perbaikan sepanjang saluran sekunder menjadi tanggungjawab P3A Gabungan, dan 3) perbaikan dan pemeliharaan tersier ke bawah masih menjadi tanggung jawab P3A dengan dana dari iuran P3A.

Dari sisi petani (P3A), pelaksanaan PPI dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1) meningkatkan kemampuan P3A sebagai lembaga petani yang mandiri, dan mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi, dan 2) petani mempunyai kewenangan dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan dana IPAIR. Dari sisi pemerintah, manfaat IPAIR adalah: 1) beban pemerintah daerah dalam kegiatan Operasi dan Pemeliharaan jaringan berkurang, 2) pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator, bersifat koordinatif dan menjaga keberlanjutan sumber daya air.

Implementasi kebijaksanaan pemerintah tersebut membawa perubahan besar dalam pola pengelolaan irigasi, baik dalam aspek peran dan tanggung jawab lembaga pengelola irigasi maupun pendanaan terhadap kegiatan Operasi dan Pemeliharaan jaringan irigasi. Mengingat setiap daerah memiliki kondisi teknis jaringan dan sosio kultur beragam, maka perlu adanya pedoman PPI secara jelas dan rinci sesuai dengan kondisi dan situasi daerah.

Dengan adanya pedoman tersebut diharapkan dapat terwujud pelaksanaan Operasi dan Pemeliharan jaringan irigasi yang efisien dan efektif serta berkelanjutan melalui peran aktif masyarakat dan pemberdayaan kelembagaan P3AI dan P3A Gabungan.

Kemampuan dan kondisi sosiokultural masyarakat maupun lembaga pemerintah pengelola irigasi relative heterogen, sehingga kegiatan PPI harus dilakukan dengan menerapkan asas selektif, bertahap, dan demokratis disesuaikan dengan kondisi jaringan irigasi dan tingkat kesiapan P3A/P3A Gabungan setempat. Di samping itu, jaringan irigasi yang akan diserahkan merupakan jaringan irigasi yang secara teknis siap untuk diserahkan. Dengan demikian, diperlukan kriteria yang jelas serta disepakati bersama antara pemerintah dan P3A/P3A Gabungan.

Sebagaimana diketahui bahwa PPI merupakan pengalihan wewenang dan tanggung jawab. Belum adanya dasar hukum yang melandasi pelaksanaan PPI, khususnya menyangkut luas cakupan, wewenang dan tanggutig jawab yang dialihkan akan menyebabkan terhambatnya mekanisme pengalihan tersebut. Sebagai ilustrasi, Kabupaten Grobogan dan Kulon Progo yang merupakan "pilot project" PPI belum disertai dasar hokum yang konkrit, sehingga ketentuan hokum yang digunakan mengacu pada Peraturan Daerah Propinsi.

Mekanisme birokrasi yang harus ditempuh adalah melalui surat Gubernur yang berisi penyerahan kewenangan kepada Bupati untuk menyiapkan perangkat hukum dan Surat Keputusan (SK) penyerahan pengelolaan irigasi kepada P3A1P3A Gabungan.