Wilayah Udara Indonesia

Udara merupakan wilayah yang penting bagi suatu negara seperti halnya darat dan laut. Terdapat beberapa perjanjian internasional berkaitan dengan wilayah udara suatu negara. Perjanjian tersebut adalah Konvensi Paris 1919 dan Konvensi Chicago 1944. Konvensi Paris berisi tentang navigasi udara (penerbangan udara).

Sedangkan Konvensi Chicago berisi pernyataan bahwa setiap negara mempunyai kedaulatan utuh dan eksklusif (khusus) di ruang udara yang berada di atas wilayah negaranya.

Wilayah kedaulatan dirgantara yang termasuk orbit geostasioner Indonesia menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 1982 adalah 35.761 km. Pemerintah Indonesia berusaha untuk menetapkan batas atas udara yang ideal.

Batas udara tersebut adalah 100 km dari permukaan tanah. Hal ini mengacu pada Australia, Israel, Pakistan, India, Jepang dan Cina yang sudah menetapkan batas udara yang sama. Selain itu, terdapat ketentuan internasional yang menyebutkan bahwa daya lift (angkat) maksimal sebuah pesawat terjadi pada ketinggian 80-100 km dari permukaan tanah.

Tiap-tiap negara berkuasa penuh terhadap udara di atas wilayahnya. Pesawat terbang suatu negara tidak boleh melakukan penerbangan di atas negara lain tanpa izin atau persetujuan negara yang bersangkutan. Apabila terjadi pelanggaran, maka negara terkait memberi peringatan terlebih dahulu.

Jika peringatan diabaikan, maka negara terkait berhak menindak secara tegas. Pada tanggal 14 September 1963, diselenggarakan Konvensi Tokyo yang membahas tentang tindak pidana di dalam pesawat udara. Setiap bentuk penerbangan di atas permukaan laut lepas atau kawasan di luar wilayah suatu negara yang membahayakan keselamatan penerbangan suatu negara dapat dikenai hukuman.