Teori Tahapan Penyempurnaan Dan Perkembangan Moral Menurut Lawrence Kohlberg

Lawrence Kohlberg adalah salah satu murid dari Jean Piaget, dia menyempurnakan dan mengembangkan teori perkembangan moral yang telah dikemukakan oleh Jean Piaget.

Hasil kajian Kohlberg nampak lebih operasional dibandingkan dengan kajian perkembangan moral yang dikemukakan oleh Piaget, secara sederhana Kohlberg mengemukakan teorinya tentang perkembangan moral menjadi enam tahap yang dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar.

Untuk memahami tahap pekembangan moral tersebut, hendaknya memperhatikan beberapa postulat (asumsi, anggapan dasar) yang melandasinya, yaitu:  

1. postulat urutan (the sequentiality postulate): bahwa keenam tahap perkembangan moral tersebut merupakan urutan yang terjadi dalam perkembangan individu.
2.  postulat universalitas (the universality postulate): bahwa urutan keenam tahap perkembangan moral itu bersifat universal, yaitu terjadi pada setiap manusia di semua bangsa dan jenis kelamin.
3.  postulat struktur utuh (the structure-whole postulate): bahwa tahap-tahap perkembangan moral membentuk struktur yang utuh.
4.  postulat pengambilan peran (the roel-taking postulate): bahwa tahap-tahap perkembangan moral menunjukkan adanya kemampuan pengambilan peran dan persepektif sosial yang berbeda.
5. postulat prasyarat kognitif (the cognitive prerequisites postulate): bahwa tahap-tahap pemikiran perkembangan moral dari Piaget secara operasional merupakan hal yang perlu, tetapi belum cukup untuk mencapai tahap-tahap perkembangan moral yang sesuai dengan perkembangan moral pada umumnya.

Tahap-tahap perkembangan moral yang dikemukakan oleh Kohlberg adalah sebagai berikut:

1. Pre-Moral (Moralitas Pra-konvensional)

·   Tahap heternomous morality, atau orientasi pada hukuman atau ketaatan dan ganjaran. Pada tahap ini perilaku anak tunduk pada kendali eksternal yang dinilai atas dasar akibat fisik, yaitu bila benar mendapat ganjaran dan bilamana salah mendapat hukuman.
·    Tahap naively egoistic orientation, atau orientasi individualisme, tujuan yang instrumental dan pertukaran. Pada tahap ini anak mulai menyesuaikan terhadap harapan sosial untuk memperoleh penghargaan.

2. Moralitas Konvensional (moralitas peraturan konvensional dan persesuaian)

·    Tahap Harapan interpersonal mutual, jalinan hubungan, dan konformitas interpersonal. Pada tahap ini anak menyesuaikan dengan peraturan untuk mendapat persetujuan orang lain dan untuk mempertahankan hubungan baik dengan mereka (good boys nice girls).
·      Tahap Sistem sosial dan kepedulian, atau orientasi pada hukum dan tatanan. Pada tahap ini anak yakin bila kelompok sosial menerima peraturan yang sesuai bagi seluruh anggota kelompok, mereka harus berbuat sesuai dengan peraturan itu agar terhindar dari kecaman dan ketidaksetujuan sosial.

3. Moralitas Prinsip (moralitas pascakonvensional)  

·   Tahap Orientasi hukum yang disepakati, atau orientasi kesepakatan sosial. Pada tahap ini anak yakin bahwa harus ada keluwesan dalam keyakinan-keyakinan moral yang memungkinkan modifikasi dan perubahan standar moral bila ini terbukti menguntungkan kelompok sebagai suatu keseluruhan.
·    Tahap Prinsip etis universal, atau orientasi ke arah keputusan hati nurani dan ke arah prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri. Pada tahap kedua ini anak menyesuaikan dengan standar sosial dan cita-cita internal terutama untuk menghindari rasa tidak puas dengan diri sendiri dan bukan untuk menghindari kecaman sosial. Pada tingkat pre-moral pada dasarnya bersifat egosentris.

Keputusan moral dibuat secara eksklusif berdasarkan konsekuensi-konsekuensi untuk individu itu sendiri. Anak memutuskan benar atau salah, baik atau buruk berdasarkan pengalaman dari pujian atau hukuman yang diperoleh dari orang dewasa yang ada di sekitarnya. Tingkat moralitas konvensional didominasi oleh perspektif sosiosentris. Suatu keputusan moral yang dibuat individu selalu mempertimbangkan diri individu sendiri, anggota keluarga/ kelompok, dan bangsa.

Harapan dan tujuan kelompok dipandang memiliki nilai tanpa memperhitungkan secara langsung konsekuensi-konsekuensi bagi mereka yang tidak menjadi anggota kelompok. Konformitas dan pemeliharaan tatanan yang baik merupakan hal yang benar-benar dipahami. Peran individu dalam kelompok menentukan apa yang benar dan apa yang salah.

Harapan sosial dan keamanan tatanan sosial dan stabilitas keluarga, kelompok dan bangsa menjadi tujuan utama. Tingkat moralitas prinsip, benar dan salah ditentukan tanpa acuan pada individu itu sendiri maupun situasi sosial. Prinsip-prinsip etis yang dimilikinya merupakan suatu hal yang sifatnya universal, misalnya keadilan dan kesederajatan antar manusia dan sebagainya. Prinsip-prinsip ini dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan moral.