Perlawanan terhadap Praktek Imperialisme di Kalimantan

Kerajaan Banjarmasin di Pulau Kalimantan pada tahun 1826 melakukan kerjasama secara resmi dengan Belanda. Sultan Adam menyatakan secara resmi hubungan antara Kerajaan Banjarmasin dan Belanda pada 1826. Namun, pada 1850, Belanda mencampuri urusan intern kerajaan sehingga menimbulkan perselisihan di antara keluarga kerajaan. Hal ini terus berlangsung hingga saat Sultan Adam meninggal pada 1857.

Sepeninggal Sultan Adam, di kerajaan Banjarmasin terjadi perebutan kekuasaan yang menyebabkan terpecahnya keluarga kerajaan ke dalam tiga kelompok. Ketiga kelompok tersebut adalah sebagai berikut:

·     Kelompok Pangeran Tamjid Illah, cucu Sultan Adam. Kelompok ini merupakan kelompok yang dibenci oleh rakyat karena mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Belanda.
·      Kelompok Pangeran Anom, putera Sultan Adam. Kelompok ini merupakan kelompok yang tidak disukai oleh rakyat karena tindakannya yang sewenang-wenang.
·     Kelompok Pangeran Hidayatullah, cucu Sultan Adam. Kelompok ini merupakan kelompok yang disenangi dan didukung oleh rakyat serta dicalonkan menjadi sultan untuk menggantikan Sultan Adam.

Di tengah-tengah kekacauan tersebut, terjadilah Perang Banjarmasin pada 1889 yang dipimpin oleh Pangeran Antasari. Ia adalah putera dari Sultan Muhammad yang sangat anti Belanda. Ketika perang berlangsung Belanda mengusulkan untuk mengangkat Pangeran Hidayatullah sebagai sultan baru. Namun, Pangeran Hidayatullah menolak usul tersebut. Bahkan Pangeran Hidayatullah secara terang-terangan memihak kepada Pangeran Antasari.

Pada 1862, Pangeran Hidayatullah dapat ditangkap dan kemudian dibuang ke Cianjur. Hal ini tidak membuat perlawanan terhadap Belanda menjadi berhenti. Perlawanan terus berlangsung di bawah pimpinan Pangeran Antasari. Oleh rakyat Banjarmasin, Pangeran Antasari diangkat menjadi Sultan. Namun, hal ini tidak dapat bertahan lama karena Pangeran Antasari akhirnya tewas dalam pertempuran melawan Belanda pada 1862.

Walaupun satu-persatu kekuatan di daerah berhasil ditaklukkan Belanda, perlawanan kerajaan di Nusantara berlangsung hingga akhir abad ke-19. Perlawanan terjadi di Sumatra Utara dipimpin oleh Raja Sisingamangaraja XII, perlawanan kongsi Cina di Kalimantan Barat pada 1848-1864, perlawanan Raden Intan di Lampung pada 1856-1859, dan perlawanan Sultan Siak di Sumatra Utara pada 1857. Semuanya dilakukan secara kedaerahan, oleh karena itu mudah sekali dipatahkan oleh Belanda.