Peranan Golongan Pers dalam Menumbuhkembangkan Kesadaran Nasional Indonesia

Pers adalah media penyiaran berita seperti surat kabar, majalah, radio, televisi, dan film. Pers nasional adalah semua pers yang dimiliki sepenuhnya oleh suatu bangsa, termasuk juga bangsa Indonesia. Pers nasional mencerminkan aspirasi perjuangan kemerdekaan. Pada masa penjajahan, pers mengalami pengendalian yang amat besar. Sedang pada masa kemerdekaan, pers menyatu dengan kehidupan sosial politik.

Surat kabar pertama di Indonesia adalah “Bataviasche Nouvelles”, yang terbit pada bulan Agustus 1744 dalam bahasa Belanda. Tahun 1746 surat kabar tersebut ditutup. Di antara penerbit-penerbit tersebut ada yang menggunakan tenaga orang-orang Indonesia. Inilah yang membuat mereka terdidik dan terlatih dalam pekerjaan pers. Mereka nantinya akan menjadi pemimpin-pemimpin pers di Indonesia sekaligus tokoh Pergerakan Nasional.

Sesudah tahun 1900, berbagai surat kabar saling bermunculan di berbagai kota di Indonesia. Terlebih setelah lahirnya beberapa organisasi modern yang ingin membangkitkan semangat kebangsaan (nasionalisme), menggalang persatuan dan kesatuan bangsa, dan merintis cita-cita kemerdekaan. Maka pers nasional semakin penting kehadirannya sebagai alat perjuangan yang efektif. Tokoh-tokoh pers pada masa Pergerakan Nasional, antara lain:

a.   dr. Wahidin Sudirohusodo redaktur surat kabar Retnodhumilah, pencetus gagasan Budi Utomo bersama dr. Sutomo
b.   Abdul Muis dan H. Agus Salim, pemimpin surat kabar Neratja di Jakarta. Ia juga tokoh Sarekat Islam.
c.   Drs. Moh. Hatta, Sukiman, dan Sartono tokoh Perhimpunan Indonesia di Negara Belanda mendirikan majalah Hindia Poetra, kemudian berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.
d.   Mr. Muhammad Yamin adalah salah seorang pemimpin redaksi surat kabar Kebangoenan bersama Sanusi Pane dan Amir Syarifuddin.
e.   T.A Sabariah dibantu oleh para redaktur perempuan (Butet Satijah, Ch. Harijah, dan Siti Sahara), memimpin surat kabar Perempoean Bergerak di Medan sejak 15 Mei 1919.

Mohammad Hatta f. HAMKA dan M. Yunan Nasution, pemimpin surat kabar dikenal dengan mingguan Pedoman Masyarakat, di Medan tahun 1935. panggilan “Bung Hatta”