Pendidikan
kolonial adalah pendidikan yang diorganisir oleh pemerintah kolonial Belanda.
Pada mulanya pendidikan tidak merata untuk semua orang. Terdapat perbedaan
antara anak keturunan Eropa dan anak bumiputera.
Untuk
anak keturunan Eropa didirikan ELS (Europese Lagere School).
a.
Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah
1)
Untuk anak bumiputera kalangan bawah,
didirikan sekolah rakyat (Volkschool atau Rajatschool).
Pendidikan berlangsung selama 3 tahun. Murid yang pandai akan memperoleh
kesempatan belajar di sekolah lanjutan (Vervolgschool) selama 2 tahun.
2)
Untuk anak bumiputera kalangan
menengah, didirikan sekolah dasar HIS (Hollands Inlandsche School).
Sekolah ini menggunakan pengantar bahasa Belanda. Pendidikan selama 7 tahun.
Murid yang pandai dapat melanjutkan pendidikan setingkat SMP yaitu MULO (Meer
Oitgebreid Lagere Onderwijs). Setelah itu ke sekolah umum
setingkat SMA yaitu AMS (Algemeene Middlebare School).
3)
Bumiputera kalangan atas, setelah
selesai HIS dapat melanjutkan ke HBS (Hogere Burgerschool).
Pendidikan berlangsung selama 5 tahun.
4)
Sekolah kejuruan, seperti sekolah guru
(Kweek-school), yang terdapat di Bandung, Yogyakarta, dan
Probolinggo.
Sekolah pangreh/pamong praja (OSVIA: Opleiding
School voor Inlandische Ambtenaren) di Bandung, Magelang, dan Probolinggo.
b.
Sekolah Tinggi
1)
Sekolah tinggi bidang hukum (Rechts Hoge School) di Jakarta.
2)
Sekolah tinggi bidang teknik (Technische Hoge School) atau ITB sekarang, di
Bandung.
3)
Sekolah tinggi bidang kedokteran (School tot Opleiding van Inlandsche
Aarsten/STOVIA).
Merupakan
sekolah untuk mendidik dokter bumiputera. Dikenal juga dengan sebutan sekolah
dokter Jawa. Gedung STOVIA tempat lahirnya gagasan membentuk organisasi modern.
Sampai sekarang masih tetap dilestarikan keberadaannya dan mendapat sebutan
Gedung Kebangkitan Nasional.
c.
Perguruan Kebangsaan
Sistem
pendidikan yang berlandaskan kepentingan penjajah, banyak merugikan bagi
golongan pribumi. Untuk itu, tokoh-tokoh pendidikan Indonesia mulai
memikirkannya. Dalam mewujudkan sistem pendidikan di luar sistem pendidikan Belanda
dan Eropa. Sistem pendidikan ini diharapkan mampu menjadi wahana untuk
mengembangkan wawasan kebangsaan dan mendorong semangat perjuangan kemerdekaan
Indonesia.
Banyak
beragam jenjang pendidikan dan pengajaran yang dikelola para pejuang. Antara lain:
Taman Siswa, pendidikan INS Kayutaman, Muhammadiyah, Pendidikan Ma’arif, dan
sebagainya.
a.
Perguruan Taman Siswa
Lulusan
dari Taman Siswa, diharapkan tidak hanya pandai, tetapi juga mampu menjadi
calon pemimpin harapan bangsa. Dalam kegiatan belajar-mengajar, ditanamkan
semangat anti kolonial (penjajahan) dan rasa cinta tanah air.
b.
Pendidik INS Kayutaman
Pendidikan
ini didirikan oleh Mohammad Syafei, pada tahun 1926 di Sumatra Barat. Perguruan
ini semula bernama Indo-nesische Nationaal School Kayutaman/INS Kayutaman.
c.
Perguruan Ksatrian