Sejarah Perlawanan Banten terhadap VOC Belanda

Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Abdul Fatah. Kemudian dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa (1850–1682).

Sultan Ageng menolak segala monopoli dagang VOC dan berusaha mengusir VOC dari Batavia.

Tetapi tindakan itu tidak disetujui oleh putranya, Sultan Haji. Dengan politik devide et impera (adu domba), VOC mendekati Sultan Haji untuk memusuhi ayahnya. Akhirnya VOC berhasil menguasai istana dan menangkap Sultan Ageng. Kemudian Sultan Haji naik takhta, yang diikat dengan perjanjian. Isi perjanjian tersebut ialah:

1) Banten harus melepaskan pengaruhnya terhadap Cirebon.
2) Banten harus mengakui monopoli VOC di Banten.
3) Bangsa-bangsa asing kecuali Belanda dilarang berdagang di Banten.
4) Sungai Cisadane menjadi batas antara Kerajaan Banten dan daerah VOC.

Meskipun demikian perlawanan terhadap VOC tidak terhenti. Perlawanan tetap masih dilanjutkan oleh tokoh-tokoh lain di antaranya Kyai Tapa, Ratu Bagus yang bekerja sama dengan pelaut-pelaut Syekh Yusuf dan Ibnu Iskandar.